Jadilah diri sendiri.
Jangan mau jadi orang lain atau makhluk lain. Berlakulah sebagai kodrat yang
diciptakan oleh Tuhan. Itu terus yang terngiang di telingaku, di pikiranku.
Selagi aku menghindar dari semua godaan yang aku senangi tapi tidak disenangi
Tuhan, bisikan-bisikan itu terus bersuara. Kadang pelan, kadang sampai
menghentak jantungku.
Sore ini aku pulang tidak terlalu malam. Sebenarnya, ini adalah
Ramadhan keduaku jauh dari teman-teman dan keluarga. Rasanya sedih juga. Aku
masih ingat suasana sahur yang tenang tapi asik, atau suasana buka yang rame
tapi masih tetap khusuk. Kesibukan kantor, membuat aku menjalankan ibadah puasa
lancar-lancar saja. Cuma ibadah lainnya yang harusnya dapat kulakukan lebih intensif,
tak dapat kulakukan penuh. Pulang kantor yang sudah malam membuat aku jarang
sholat tarawih di mesjid.
Kamarku masih sepi dan gelap. Dimaz yang beberapa hari ini
nginap di tempatku belum pulang. Cowok ganteng, teman yang aku kenal ketika
sama-sama ikut pemilihan Foto Model sewaktu di Jogya, mengikuti seleksi
karyawan di salah satu kantor di kawasan Kuningan. Dia sendiri baru saja
selesai S1 Arsitekturnya di salah satu perguruan tinggi di Yogya dan tinggal
wisuda saja. Hari ini adalah hari kelima dia di kamarku. Katanya hari ini dia
test khusus, hanya diikuti 40 orang, setelah test umum tertulis yang diikutinya
dinyatakan lulus. Hebat dia. Dia menyisihkan hampir 200 orang peserta yang ikut
test. Kupikir, zaman sekarang, seleksi semacam itu hanya basa-basi saja. Kolusi
tetap ada!
Setelah mandi dan melakukan kewajibanku sebagai muslim, aku
tiduran. Sengaja aku tidak nyalakan TV. Rasa kantuk dengan cepat menyerangku
setelah menikmati kenyamanan di kasur. Hm.. Jakara yang belum hujan dan puasa
yang kulakukan tadi siang, membuat aku cepat lelah.. Atau kekenyangan dengan
menu buka puasa yang lumayan banyak tadi sore.
"Maaf, udah tidur ya?" si ganteng Dimaz baru pulang.
Aku lihat dia sedang di depanku memperhatikan aku tidur bertelanjang dada dan
bercelana batik. Apakah dia sudah lama memperhatikanku? "Nggak
pa-pa," jawabku malas. "Gimana testnya? Lancar?" tanyaku
sekedarnya. "Ya.. Lumayan. Maaf aku pulang kemalaman, jalan-jalan dulu,
trus bingung naik kendaraan umumnya." jelasnya. Aku menggangguk. "Aku
ngantuk berat nih.. Aku tidur ya.." kataku sebelum dia bercerita lagi.
Mataku benar-benar sangat berat untuk dibuka.
Aku putar tubuhku untuk mengambil posisi tidur yang nyaman lagi.
Aku ingat, aku masih tidak pakai baju. Dengan segera aku raih kaos oblongku di samping
tempat tidur, dan memakainya dengan sedikit mengangkat badanku agar dapat
menyarungkan kaos ke tubuhku.
"Aku tidur dulu ya," pamitku lagi sambil melirik Dimaz
yang sudah membuka pakaiannya. Dia hanya memakai celana dalam dan berjalan
mengambil handuk. Mau mandi dia. "Iya," jawabnya. "Aku juga mau
mandi dulu. Gerah sekali.."
Walau sudah biasa untuk menahan gejolak nafsu kalo lihat cowok
keren, aku tetap saja ser-seran. Untung aku sedang sangat ngantuk, kalo
tidak..? Terus terang saja, aku masih susah untuk menyetel otakku agar
'menganggap biasa saja' kalau lihat yang keren seperti Dimaz tadi. Sholatku
terasa sia-sia selama ini.. Aku belum bisa tunduk terhadap aturan Tuhan,
seperti janji-janjiku dalam surat-surat yang kubaca dalam setiap kali sholat. Ah..
Ada yang aneh terasa yang membuat aku terbangun. Ketika mataku
terbuka untuk melirik jam dekat TV, kulihat bayangan yang membuat jantungku
berdegup kencang. Lampu ruangan memang tidak nyala. Jam di dinding menunjukkan
sudah setengah dua dan TV nyala sedang menyiarkan sepakbola. Suara TV kudengar
sayup-sayup saja, dan suara dengus dan nafas yang tertahan membuat aku
menggerakkan bola mataku mencari sumber suara mesum itu.
Kutahan sekuat tenaga agar tubuhku tidak bergerak, walau tubuhku
terasa menggigil menahan nafsu. Kulihat Dimaz sedang setengah telentang di
depan TV, disiram cahaya TV yang menyala, telanjang! Benar-benar telanjang
polos! Dia telentang bersandarkan bantal lantai di atas karpet vinyl. Tangan
kirinya menyangga kepalanya, sedang tangan kanannya memainkan kontolnya yang
setengah tegang. Pemandangan yang sangat indah di mataku, terasa aku bermimpi.
Aku tidak mimpi. Ini nyata, Yadi! Syetan sudah mulai menyapaku. Walau udara di
kamarku terasa agak panas, tapi tubuhku menggigil..
Kontol yang gemuk dan panjang itu bergerak-gerak seperti ikan
lele yang dipegang hanya bagian ekornya. Dia menjepit batangnya itu dengan
jempol, jari telunjuk dan tengah, Sedang jari manis dan kelingkingnya di
tekuknya. Karena pegangan yang sedikit itu membuat gerakan kontolnya seperti
menari-nari. Dia menggerakkan naik turun dengan jepitan yang tidak begitu
kencang. Jantungku tidak dapat diajak kompromi. Berdetak makin keras melihat
otot bulat panjang yang mengkilat itu bergerak-gerak liar di tangannya. Tubuh
Dimaz sudah berkeringat, dapat kulihat tubuh indahnya yang mengkilat. Entah
sudah berapa lama dia memainkan barangnya itu. Kelihatan asyik sekali dan
sangat menikmati. Ah.. Nafasku tetap tak tertahankan dan kakiku menuntut untuk
digerakkan..
Dimaz melirik ke arahku ketika aku menggerakkan kakiku dan
mendengus. Sungguh, aku sudah susah mengontrol diri. Aku menggeliat dan kembali
keposisi tidur. Mungkin dia pikir aku masih tidur, dia kembali mempermaikan
kontolnya yang makin tegang dan sangat indah kulihat dengan hanya cahaya TV.
Sekarang kedua tangannya aktif dengan batang di selangkangnya itu. Menariknya
ke pinggul kanan, ke pinggul kiri, memutarnya dan menekannya ke arah perut.
Ujung kontolnya nyaris sampai ke pusarnya. Ukuran di atas rata-rata. Sesekali
dia mempermainkan puting susunya yang mulai mengeras. Dengus nafasnya kudengar
makin keras. Aku bernafas kencang, seperti orang tidur nyenyak..
Cukup lama aku nikmati apa yang dilakukannya tanpa dia tahu.
Kontolku juga sudah menegang. Tapi kutahan diri untuk tidak menyentuhnya..
kalau tanganku ikut melakukan seperti yang dilakukan Dimaz, wah.. Dosa apa lagi
ini? Mestinya aku menghentikan apa yang dilakukannya. Atau aku alihkan mataku
ke tempat lain. Tapi syetan yang ada di otakku menyuruhku untuk terus menikmati
live show ini.
Kulihat Dimaz tidak menonton TV yang di depannya Matanya kadang
terpejam, menikmati rangsangan yang dilakukannya. Kadang wajahnya menoleh
kesamping, seperti menahan nikmat yang ada. Tangannya makin liar. Tangan
kirinya mempermainkan pelirnya dan sesekali jarinya masuk ke bibir anusnya.
Tubuhnya melengkung agar tangannya dapat mencapai daerah anusnya. Jari-jarinya
terus mengelus pelan sekujur tubuhnya. Ototnya menegang..
Kenapa ini kau biarkan Yadi! Akhirnya ada suara yang sangat
keras, membuat aku memutar tubuhku, membelakangi Dimaz yang makin nafsu
bermasturbasi. Walau aku tidak melihat langsung apa yang dilakukan Dimaz, tapi
dapat kurasakan apa yang sedang terjadi padanya. Ah.. Suara keras nafasnya, dan
geliat tubuhnya yang atletis itu menandakan kalau dia orgasme dengan muncratan
spermanya yang tumpah ke perutnya, ke dada dan sebagian ke pahanya.
Usahaku untuk menghapus apa yang kulihat tadi dengan memejamkan
mataku sia-sia. Bayangan Dimaz yang sedang mengocok kontolnya dengan cepat
masih terlihat jelas di mataku. Kembali aku tutup mataku rapat, sambil kutarik
bantal untuk menutupi telingaku. Semua masih jelas. Kenapa ini? Tubuhku
menggigil dalam udara panas begini.. Dalam hati aku menyadari kesalahanku.
Tuhan pasti sedang mengujiku lagi.. Pelan aku berzikir.. Mohon ampun..
Usaha yang kulakukan membuat aku sedikit tenang. Aku hela nafas
panjang. Aku nggak peduli Dimaz tahu apa tidak, kalau aku sudah melihat dia
bermaksiat tadi.. Aku pejamkan mataku.. Kuatur nafas agar tenang. Sampai aku
tertidur.
Syetan itu kembali datang membangunkanku untuk memutar tubuh
menghadap Dimaz yang sedang mempermainkan barangnya. Tubuhnya kilihat sangat
indah. Dadanya, lengan bahunya, perutnya, pahanya.. Ruangan kamarku terasa
sangat terang, sehingga aku dapat jelas melihat lekuk tubuhnya.
"Sedang apa?"
Kok aku bertanya lagi? Dimaz seperti tidak merasa berdosa
apalagi malu. Dengan tenang dia terus mempermainkan kontolnya, dan spermanya
yang berlepotan di sekitar tubuhnya diratakannya. Senyum menggodanya membuat
jantungku berdetak kencang. Srr! Tangannya mengelus tubuhnya seperti menari di
mataku. Tubuh telanjangnya berkeringat..
"Aku sedang pusing. Dan aku sedang mendapatkan
kesenangan.." jawabnya. Sorot matanya seperti mengajakku untuk ikut serta.
Aneh, aku tidak berkomentar apa-apa.
Wuih! Akhirnya aku bangun sambil membuka kaosku dan celana
batikku. Aku berdiri berjalan ke depan Dimaz, telanjang! Kontolku sudah
setengah tegang. Dimaz mengangkat badannya untuk bersila. Akupun duduk di
depannya. Aku seperti sedang bercermin. Kami saling mengocok kontol
masing-masing. Pelan dan terasa sudah licin sehingga aku dengan mudah
naik-turunkan telapak tanganku yang menggenggam batangku. Barang kami dan tubuh
kami sama mengkilat.
Tubuh kami tak jauh beda dalam ukuran dan keindahannya. Dimaz
memang lebih tinggi 5 cm-dia 178 cm-dan lebih muda dua tahun dariku. Tulang
besar dan otot yang padat yang saling berhadapan ini, kami perbandingkan, tanpa
saling sentuh. Lama aku menatap tubuhnya, seperti dia juga menatap seluruh
tubuhku. Kami masing-masing-entah kenapa-bisa menahan diri tidak saling sentuh
dan raba. Kuperhatikan seluruh lekuk tubuhnya yang indah itu.. Sampai akhirnya
aku ejakulasi hebat. Kontolku memuntahkan spermanya tanpa genggaman kencangku.
Otot selangkangku mengejang. Ah.. Nikmat sekali! Tumpah semua di depan Dimaz.
Jaringan syarafku terasa lega, setelah selama ini menegang kencang. Kutarik
nafas panjang.. Pelan kulelus batangku, usaha menormalkan rangsangan.
Kontolku masih tegang ketika aku bangkit untuk mengambil tisu,
maksudnya mau membersihkan spermaku yang tumpah tadi. Waktu melangkah, terasa
lututku terasa agak kaku. Tertatih aku melangkah. Kulihat Dimaz kembali
mengocok pelan kontolnya sambil telentang dan kaki ditekuk mengangkang. Tapi
lama-lama dia mempercepat gerakan tiga jarinya yang sedang menjepit itu, sampai
akhirnya.. Tumpah semua diiringi dengus nafas dan gelinjang tubuhnya..
Azan subuh membangunkanku! Apaan ini? Aku mimpi basah, kataku dalam
hati, ketika tanganku menyentuh kontolku yang sudah tidak begitu tegang. Cairan
kental itu membasahi bagian depan celana batikku. Cairan kental itu seperti
ditumpahkan keselangkangku. Banyak sekali terasa. Jantungku langsung kembali
berdebar. Ada rasa berdosa timbul.. Aku terlambat bangun untuk sahur. Tapi aku
niatkan akan terus puasa.. Walau tidak makan sahur.
Kulihat Dimaz juga masih tidur dengan hanya mengenakan celana
pendek katunnya di depan TV di atas karpet vinyl. Dada dan perutnya yang padat
itu bergerak naik turun. Dia tidur nyenyak dengan ekspresi wajah tampannya yang
kelihatan sedikit tersenyum. Indah sekali. Kulihat sekitar tubuhnya ada bekas
cairan sperma yang sudah mengering. Biasanya aku bangunkan dia untuk sahur.
Tapi karena udah waktunya imsak, ya kubangunkan nanti saja. Ingin aku
perhatikan tubuh indah Dimaz itu lebih lama.. Tapi aku takut akan terjadi ' hal
tak diinginkan' lagi. Bayangan tubuh Dimaz yang telanjang polos, entah kenapa
kembali terbayang..
Aku mandi dengan niat membersihkan diri. Setelah membersihkan
bekas sperma di sekitar kontolku dan bulu kontolku yang baru tumbuh-biasa aku
mencukur bersih bulu kemaluanku, agar bersih saja dan enak dilihat. Aku lakukan
rukun mandi wajib, aku berwudhu kemudian menyiram kepalaku dan tubuhku.
Kulakukan beberapa kali. Ada rasa lega.. Tapi selalu begini. Mimpi basah, tapi
dengan objek bersama laki-laki.. Ingin aku mimpi basah yang normal.. Atau ini
gara-gara aku sebelumnya lihat Dimaz yang masturbasi dan berefek ke tidurku? Ya
Allah.. Ada apa dengan umatmu yang satu ini? Ada syetan dalam tidurku..!
Ketika aku kembali ke kamar, Dimaz sudah pindah tidur ke tempat
tidurku. Ada rasa was-was kalau dia menemukan tumpahan spermaku di sana. Tapi
ketika kuperiksa, tidak ada bekas cairan. Berarti hanya tumpah dicelana. Aku
lega. Dimaz masih nyenyak kulihat tidurnya. Di penglihatanku Dimaz tidur
telanjang, bugil! Kugelengkan kepala untuk menghapus bayangan mesum itu.
Setelah sholat Subuh, aku berpakaian dan bersiap berangkat
kantor. Ketika aku sedang memakai sepatu, Dimaz bangun.
"Kamu puasa Yadi?" tanyanya dengan suara berat."
Tadi aku tidak sahur.." "Insya Allah," jawabku. "Kenapa?
Kau tidak puasa," aku balik bertanya. Dia mengeluh. "Nggak tahulah.
Aku.." dia tidak lanjutkan kata-katanya. Tapi aku tahu apa yang akan
disampaikannya. Sesekali bayangan tubuh telanjang Dimaz kembali berkelebat di
mataku. Hh.. Apaan ini? Kepalaku jadi terasa sangat pusing.. "Udah, mandi
saja sana. Bersihkan diri dan sholat subuh.. Syetan jangan diikuti.."
tambahku. Hh, aku juga kalau sedang begitu, malas bangun.
Sesampai di kantor, suasana masih sepi, belum ada yang datang,
kecualai office boy dan satpam. Masih terlalu pagi. Aku ada kerjaan utama yang
harus segera diselesaikan yaitu membuat presentasi pakai power point untuk laporan
akhir tahun perusahaan. Malas aku memulainya. Aku buka email dan aku
tersadarkan. Anggota milis porno yang ada, masih belum kubuang. Hari ini,
menjelang siang, aku bersihkan semua file maksiat yang ada di komputerku
termasuk link internetnya. Aku delete semua tanpa kecuali dan rasa 'sayang'.
Ada rasa lega. Ini baru hal kecil Yadi! Suara itu hadir lagi. Lebih akrab.
Kalau kamu mau kembali ke jalan yang benar, ada usaha-usaha lain yang harus
kamu lakukan. Dan lebih besar dari hanya membuang file seperti tadi..
Kulihat sekeliling. Aku berharap menemukan Elang pagi ini. Aku
mau laporan, betapa leganya kalau sperma keluar sendiri lewat mimpi, setelah
hampir tiga bulan aku tidak masturbasi. Tidak ada Elang. Tapi suara hati yang
baik tadi terasa terus mengulang-ulang terdengar di telingaku.. Suasana kantor
semakin siang, semakin sibuk.
Seharian aku di depan komputer, diselingi kehadiran Bang Jay dan
Adrian, anak baru di kantorku. Adrian tidak begitu ganteng menurutku, cuma
anaknya santai banget. Dan satu lagi, yang aku kurang senang adalah 'cari
mukanya'. Kupikir apa yang dilakukannya memang perlu baginya sebagai anak baru.
Kutepiskan pikiran jelek mengenai dirinya. Tapi yang jelas, dengan kehadiran
Adrian di tim kerja ini, membuat efek negatif pada semangat kerjaku.
Menjelang sore, kutitipkan CD file presentasi ke Rina untuk
disampaikan kepada Bu Poppy yang kebetulan hari itu sedang keluar kantor. Ingin
aku pulang tidak terlalu malam dan sholat tarawih di mesjid hari ini. Seminggu
lagi lebaran. Ibadah yang sekali setahun ini, seringkali mengangenkanku. Tapi
entah kenapa, kemaksiatan masih saja kulakukan, walau dengan rasa dosa
menyertainya. Setiap kali niat untuk tobat aku ikrarkan, setiap kali pula
godaan itu menguji..
Adrian sedang di ruangan studio foto, tempat kerjanya Bang Jay
ketika aku jalan untuk melemaskan otot dan otakku. Suntuk juga lama-lama di
depan komputer. Dia memang diminta mempersiapkan materi foto untuk mockup iklan
shampo. Ketika aku masuk keruangan yang dipenuhi banyak foto itu, kulihat Adrian
dan Bang Jay yang duduk berdampingan sedang menikmati foto-foto di layar
monitor. Kulihat akrab sekali mereka berdua.
"Puasa-puasa liat gituan?" seruku menyaksikan apa yang
mereka lihat.
Itu adalah koleksi Bang Jay, yang dulu aku pernah lihat juga.
Foto adegan ML hetero dan homo! Mereka tertawa saja. Aku tak tahu, apakah
mereka puasa atau tidak. Tapi aku tahu mereka keduanya muslim. Syetan terkutuk
sedang merasuki ruangan ini, batinku. Aku segera keluar.
"Kalau nggak nafsu, katanya nggak apa-apa," suara Adrian
membela diri.
Walau bagaimana pun otak pasti merekam untuk dapat menjadikan
bahan tadi jadi pemicu nafsu kotor, kataku dalam hati. Kenapa tidak kau
sampaikan langsung Yadi! Aku menggeleng sambil melangkah ke meja kerjaku. Sulit
aku untuk menjelaskannya, karena akupun tidak gampang untuk menjauhkan diri
dari hal yang berdosa. Aku masih terus usaha.. Ya Allah, bantu aku ya..
Aku merapikan mejaku. Rasanya aku harus menemukan diriku
sendiri. Aku harus lakukan sesuatu.. Batinku berkecamuk. Aku duduk di kursiku.
Mungkin efek lapar karena puasa, membuat otakku terasa sangat aktif. Segala
dialog terasa terngiang jelas di telingaku.. Tanganku menggerakkan mouse
mencari kesibukan.
Aku terbangun ketika terasa ada yang menghembuskan angin
ditelingaku dengan kencang. Dari tadi memang terasa ada hembusan angin, tapi
kuhiraukan saja karena ngantuk. Aku ketiduran! Kucari tahu jam berapa sekarang
dengan mengaktifkan layar komputerku. Sudah hampir jam tujuh! Kulihat
sekelilingku sudah sepi. Huh! Tega-teganya tidak ada yang membangunkanku.
Aku melangkah ke ruang dapur cari sesuatu untuk membatalkan
puasaku. Siapa tadi yang membangunkanku? Kuambil gelas dan menuju dispenser
untuk mengambil air hangat campur air dingin. Alhamdulillah! Rasa segar
menyelusuri pori-poriku ke seluruh tubuh. Rasa kantukku mendadak hilang. Tapi
keseimbanganku belum pulih benar. Kembali aku ke ruanganku untuk mengganti
sepatuku dengan sendal. Aku harus segera sholat Magrib. Sebentar lagi waktu
Isya masuk. Aku ambil wudlu di toilet belakang yang bersebelahan dengan ruang
sholat. Dengan tenang aku sholat sendiri.. Dan terasa ada ikut sholat juga.
Kukeraskan bacaan sholatku dan ada suara "Amin" yang menyertai
suaraku. Entah siapa. Biasanya kan bahu imam ditepuk kalau mau ikut sholat
berjamaah.. Dan kalau sendiri, berdiri di samping kananku.. Tapi ini dia di
belakangku.
Kadang aku malu dengan sholatku selama ini. Kenapa tidak membuat
aku menjadi baik? Atau paling tidak, aku kuat untuk tidak gampang menghadapi
hal-hal yang penuh maksiat. Tapi selama ini masih saja aku gampang melayani
hal-hal yang diharamkan itu..
Persis saat aku selesaikan sholatku, dan mengecek ke belakangku
untuk bersalaman, tidak ada siapa-siapa. Kudukku merinding.. Siapa yang tadi
jadi makmum? Suara "Amin" jelas tadi terdengar di rakaat pertama dan
kedua. Siapa..? Aku lanjutkan dengan berzikir pelan. Azan Isya mengumandang
beberapa menit kemudian. Kenapa suara azan sekarang terasa nyaring kedalam
ruangan ini? Setelah beberapa saat merenung, berdoa, aku lanjutkan dengan
sholat Isya. Begitu mudahnya aku melaksanakn apa yang jadi kewajibanku, tapi
begitu mudah juga aku melakukan yang dilarang Tuhan.. Ya Allah, ampunilah
umatmu ini. Kembali hatiku bergetar..
Rasa lapar yang sangat, membuat aku segera turun setelah sholat,
keluar kantor cari makan. Kurapikan rambutku yang masih ada sisa air dengan
menyisirnya dengan jari-jariku Satpam yang kutemui terkejut melihatku.
"Pak Yadi belum pulang?" tanyanya. "Iya, tega ya
tidak dibangunkan untuk berbuka..," kataku dengan nada canda. Kutepuk
bahunya sebagai jawaban "tidak apa-apa" agar dia tidak sampaikan
alasan. Tapi tetap dia berbicara.. "Tadi saya sudah periksa, diatas nggak
ada orang kok.. Cuma.." aku tidak mendengar lanjutan kalimatnya. Keburu
lapar.. Langkah kupercepat ke warung.
Aku tersenyum saja sambil melangkah ke warung langgananku.
Untung masih ada makanan untuk berbuka. Warung sudah tidak begitu ramai. Aku
dapat bonus kolak labu. Teh hangat kembali menyegarkan seluruh tubuhku. Inilah
salah satu nikmat orang berpuasa.
Selesai makan aku kembali ke kantor, untuk mengganti sendalku
dengan sepatu. Setelah aku pakai sepatu, aku jadi ingat CD presentasiku untuk
Bu Poppy. Aku ke ruangannya yang tidak terkunci. Ruangan yang cukup luas dengan
satu set kursi tamu dan ada meja makan atau biasa kami gunakan juga untuk rapat
kecil. Di pojok ada rak buku yang sangat kusuka untuk menumpang baca. Ada
jendela yang di luarnya dapat lihat keramaian jalan raya.
Kulihat di meja kerjanya sudah tidak ada CD yang kucari, berarti
sudah dibawanya, pikirku. Entah kenapa timbul rasa ingin kencing, membuat aku
melangkah ke kamar mandi ruangan kantor ini. Ruangan kantor Bu Poppy ini memang
ada kamar mandinya. Komplit lagi, seperti rumah tinggal. Memang kantornya
seperti rumah tinggal, ada kulkas juga, kompor kecil dan microwave. Hm, komplit
deh..
Deg! Pintu kamar mandi tidak sempat kubuka lebar. Tapi cukup
untuk dapat melihat ke dalam. Kulihat pemandangan yang membuat syarafku
menegang. Ada dua orang cowok sedang mandi di bawah pancuran, berhadapan sambil
berciuman. Ah.. Mestinya aku tutup pintu ini, dan membiarkan adegan itu
berlalu. Tidak dinikmati seperti ini.. Aku malah sudah tidak ingin kencing..
Bang Jay dan Adrian! Dapat kulihat wajah yang sudah basah dan
penuh nafsu itu setelah mereka melepaskan ciuman yang rapat sekali tadi.
Jantungku, seperti biasa merespon rangsangan yang kulihat dengan berdetak
kencang. Yadi, tutup pintunya! Ah.. Entah kenapa tanganku diam saja, membiarkan
pintu terbuka dan mataku menyaksikan adegan bugil dua makhluk sejenis itu.
Nafasku sedikit sesak..
Mereka saling berdekap, berpelukan. Gerakannya membuat kulit
mereka saling bersentuhan, rapat sekali. Saling gesek, elus. Tubuhku menggigil.
Tapi tetap tidak menutup pintu, dan membiarkan mataku menikmati kemaksiatan
itu. Tangan Adrian turun mencari batang Bang Jay yang menegang. Menariknya ke
samping. Mengocoknya dengan pelan. Mempermainkannya. Akhirnya Adrian
menggenggam kontolnya dan kontol Bang Jay di telapak tangannya. Dua batang
bulat itu saling menggesek rapat sekali. Tangan Bang Jay di bahu Adrian
meremas. Wajah mereka kembali saling mendekat lagi Ah.. Dapat kudengar suara
penuh nafsu itu. Kakiku masih menggigil.. Adrian masih mempermainkan dua batang
itu dengan kedua telapak tangannya.. Beberapa saat adegan itu terasa
menghipnotisku untuk tetap berdiri di pintu kamar mandi ini.
Bang Jay sekarang memutar tubuhnya dan Adrian memeluknya dari
belakang. Adrian mencium belakang telinga Bang Jay, ke pipinya. Tangan Bang Jay
kebelakang, meremas batang Adrian di pantatnya. Tangan Adrian bergerak dari
dada, terus turun ke depan kontolnya Bang Jay, menggenggamnya, mengocok barang
itu. Ah.. Tutup pintunya Yadi! Kembali suara itu terdengar. Kulihat ke
sekeliling ruangan. Tidak ada siapa-siapa. Kembali pandangkanku ke pasangan
yang makin panas itu. Jantungku dan tubuhku sudah susah diajak kompromi..
Rasanya ada tangan yang panas sekali menarik tanganku, agar aku
menutup pintu. Mau tidak mau aku tutup pntu dan segera keluar ruangan. Sempat
aku lihat Bang Jay yang sedang membungkukkan badannya dan membiarkan Adrian
menyodokkan kontolnya di pantat.. Gila! Adegan gila yang pernah aku lihat!
Jantungku belum tenang. Aku melangkah dengan tubuh masih
menggigil. Ada apa dengan kamu Yadi? Tadi kamu biarkan matamu melihat
kemaksiatan itu, sekarang tubuh kamu meresponnya.. Hampir jatuh aku ketika
turun tangga.. Ingin aku menutup mata dan membuang semua bayangan Adrian dan
Bang Jay yang sedang bergumul di bawah pancuran.. Tapi susah sekali. Aku malu
untuk minta ampun lagi.. Zina mata yang kulakukan tadi.. Ya Allah.. Nafasku
ngos-ngosan, bukan karena turun tangga, tapi respon tubuhku terhadap apa yang
kulihat.. Pandanganku tidak bisa hilang dari bayangan itu..
Satpam yang kutemui ketika akan makan tadi sore tidak ada.
Mungkin sedang sholat dia. Hampir jam sembilan malam. Ketika aku berusaha untuk
melepaskan diri dari pikiran jorok, entah kenapa, ada saja hal yang jorok itu
dengan mudahnya tampil di depanku. Ya Allah, aku tahu ini semua ujian untukku.
Masih kuatkah niat aku untuk jauh dari dosa-dosa itu.. Tapi jangan yang begitu
ya Allah. Kembali hatiku, pikiranku berdialog. Bantu aku mencari alternatif,
keluar dari semua ini..
Angkot yang kunaiki terasa cepat mencapai perhentian bis yang
biasa kunaiki. Malam sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa orang yang kulihat
sedang bawa sajadah, baru pulang sholat tarwih, mungkin. Ketika bis jurusan
tempat tinggalku datang, segera aku mengejarnya. Ketika naik, kupersilakan
seorang cewek yang.. hm, lumayan manis, naik duluan. Wanginya terasa segar di
hidungku. Aku mengikuti dia dari belakang mencari kursi kosong. Dapat kulihat
wajah-wajah lelah penumpang bis ini.
Hanya ada dua kursi kosong di deretan kursi dua. Kembali aku
persilakan dia duduk di pinggir. Dia menurut, walau sedikit ragu.
"Saya mau turun di Kramat," kataku menjelaskan kenapa
mau duduk di sisi tengah. Kupikir dia akan turun di terminal terakhir jalur bis
ini. "O..?" hanya itu yang terucap di bibirnya. Bibir yang indah,
dengan sapuan lipstik yang tipis.
Setelah beberapa saat terdiam, dia bergerak mengambil tas kecil
yang di pangkuannya. Baru aku perhatikan, dia memakai celana jeans dan blus
yang longgar kerah cina yang panjang warna krem. Dapat kulihat kerudung yang
terlipat di tasnya. Dia menjawab teleponnya.
"Gue lagi di bis," katanya. "Nggak usah. Lu tak
usah repot.. Kan udah gue bilang, kita tidak usah temuan lagi.. Iya nggak
apa-apa.. Nggak usah!" suara kencangnya membuat beberapa penumpang menoleh
ke arah kami. "Nggak usah. Lu sudah nggak bisa jadi teman gue.. Gue udah
bilang, cukuplah yang gue sampaikan.. kalau lu nggak mau ngertiin, ya udah. Dua
tahun gue udah biarin lu.. Ya udahlah.. Gue di bis. Nggak enak, orang pada
liatin ke sini.. Ya nggak!"
Akhirnya dia mematikan HP-nya. Jantungku berdetak, membuat aku
mengelus dada.
"Maaf," katanya melihatku kaget tadi. Sungguh, aku
memang kaget, seperti aku yang dimarahinnya langsung. Aku tersenyum.
"Serius sekali teleponnya. Sampe marah begitu.." Dia menghela
nafasnya berusaha tenang. "Biasalah.." katanya akhirnya setelah
beberapa saat terdiam. Aku memang menunggu komentarnya..
Kemudian dia bercerita. Pelan suaranya, mungkin supaya orang
sekitar dalam bis ini tidak dengar. Katanya dia punya teman akrab, hubungan
sudah dua tahun. Yang jadi masalah si temannya ini kembali berhubungan dengan
cowok gay, yaitu bosnya sendiri. Hubungan mereka bukan hubungan antar cowok
biasa tapi hubungan pasangan gay. Aku tidak percaya dengan pengakuan cerita
dia. Kenapa dia mau pacaran dengan cowok yang sudah ketahuan gay.
"Gay itu menurutku gaya hidup saja," jelasnya.
"Seperti gaya hidup vegetarian, yang tidak suka makan daging. Atau gaya
hidup lainnya yang mau beramping-ramping. Gaya hidup yang tidak sesuai kodrat
yang diberikan Tuhan." Bicaranya tegas dan jelas. "Kalau gay, ya gaya
hidup berhubungan seks hanya dengan sesama." "Dan semua itu dapat
saja kembali menjadi normal lagi," tambahnya, sambil melihat ke arahku.
"Iya kan? kalau vegetarian mau kembali makan daging, kan nggak masalah.
Atau orang yang diet ketat, kembali ingin makan sesukanya. Kita manusia,
kodratnya diciptakan Tuhan agar kita tidak susah.." Dia menarik nafasnya.
Ada usaha untuk menenangkan diri, agar tidak terlalu emosi. "Masak kalau
kita suka pizza, kemudian berusaha dan harus jadi orang Itali? Kan enggak la
ya. Kodrat kita memang suka makan, tapi tidak harus menjadi orang lain kan?
Kita punya nafsu seks, tapi kan ada aturannya untuk menyalurkannya. Tuhan
menciptakan kita dapat berpikir, maka gunakanlah."
Kami berdiskusi seperti dua sahabat yang lama kenal. Padahal,
nama pun belum saling menyebutkan. Ini kebiasaanku, kalau bicara sama orang
yang baru ketemu di tempat umum seperti ini. Nggak sopan kali ya? Aku setuju
saja dengan apa yang disampaikannya. Katanya dia sudah membantu cowoknya agar
mengerti, hubungan dengan bosnya itu salah. Tapi nyatanya pacarnya tetap
berhubungan.
"Dan kupikir, hubungan itu dasarnya materi saja. Temanku
itu rupanya merosoti harta bosnya.. Yang sudah sangat tergantung sama dia, itu
yang sangat aku tidak suka. Itu sudah bukan gaya hidup lagi, tapi sudah
penipuan.." "Aku salut sama kamu, kamu bantu orang yang-boleh dibilang
tidak normal. Jarang lho, ada cewek yang mau sama cowok yang gay," kataku.
Dalam hati aku mau memastikan, adakah cewek yang mau sama aku, orang suka yang
keindahan ciptaan Tuhan, khususnya cowok. "Cowok itu macam-macam. Ada yang
suka ML, suka marah, suka mabok, suka sama sesama. Dan suka macam-macam lagi.
Jadi, tinggal dibantu saja, diberi pengertian mana yang benar mana yang salah.
Bukannya dijauhi atau dimusuhi. Semua sifat dan nafsu itu kan kodrat dari
Tuhan. Tidak bisa dibantah. Yang diperlukan ya, penyaluran yang benar
saja," katanya menjelaskan.
Benar juga. Ada tips yang pernah kubaca, topik untuk berkenalan
dengan seseorang jangan menyinggung masalah SARA, yaitu suku, adat, ras dan
agama, kalau perlu tambah politik. Tapi malam ini kami bicara menyerempet sedikit
ke agama. Selagi aku senang dan dia tidak masalah, percakapan kami
lancar-lancar saja.
"Turun di Kramat kan?" dia mengingatkanku. Kendaraan
di jalanan sudah tidak begitu rame. "Iya, terima kasih. Turun
dimana?" tanyaku bersiap berdiri. "Sama, aku juga turun di
Kramat," jawabnya yang membuat aku kaget.
Dengan senang hati kupersilakan dia jalan duluan untuk turun.
Dalam hati, aku ucapkan syukur telah dipertemukan dengan cewek ini. Ini bukan
kebetulan, tapi sudah aturan Tuhan. Di depan jalan masuk, aku bimbang, tapi
entah kenapa 'rasa' itu tiba-tiba muncul.
"Kuantar ya..?" tawarku, sedikit ragu. "Ya, kalau
tidak keberatan. Nggak jauh dari sini kok. Kita jalan saja.." rupanya dia
menunggu aku menawarkan diri. Walau dia sangat berharap ada yang mau mengantar,
paling tidak dari persimpangan jalan di depan, yang jadi markasnya anak-anak Ambon.
Memang rada serem sih..
Sambil berjalan, kami berbincang lagi. Sekarang dia mau ke rumah
sepupunya sebagai usaha menghindar dari temannya yang suka dengan sesama itu.
Dia merasa apa yang telah diusahakannya sudah sia-sia. Dia memang tidak
menuntut temannya langsung berubah, tapi usaha pelan-pelan untuk berubahpun,
selama dua tahun, tidak terjadi apa-apa yang berarti. Temannya belum dapat
untuk 'pindah total' ke dunia yang normal. Dia merasa sudah tak bisa apa-apa
lagi.
Aku suka dengan keterbukaannya terhadapku. Juga tehadap
pendapatnya yang menerima kekurangan seorangi cowok yang suka sesama. Dia
katakan, saat sekarang banyak cewek yang mau menerima cowok yang bermasalah
itu, asal memang dapat terus menjaga diri untuk tidak berlaku tidak normal
lagi. Begitu katanya. Ada segi positif cowok yang punya kepribadian yang suka
sesama itu, cuma dia tidak katakan terus terang.
Ada sekitar dua puluh menit kami berjalan, baru sampai ke rumah
yang dituju. sudah hampir jam 12 tengah malam. Jarak rumahnya dari jalan depan
tadi, dibandingkan ke tempat kostku juga sama. kalau ke tempat kostku, belok di
gang pertama tadi.
Entah kenapa, ada rasa lega dan nyaman setelah aku bertemu
dengan Elga, begitu dia menyebut dirinya. Aku berkenalan dengan keluarga
sepupunya itu. Elga terus terang kalau baru kenal aku ketika tadi di bis kepada
saudara sepupunya itu. Mereka tentu saja agak terkejut dengan kebaikanku mau
menemani dan mengantar Elga. Kukatakan kalau itu keharusan kita sebagai sesama.
Keluarga yang baik, begitu penilaianku. Aku tidak lama di rumah
saudaranya itu. Tapi aku ingin untuk datang lagi, pada saat yang lebih baik.
Entah kenapa timbul keyakinanku untuk berusaha membuang 'ketidaknormalanku'.
Aku harus total 'pindah dunia', seperti Elga bilang sama cowoknya yang gay itu,
kalau mau kembali 'normal'. Terima kasih Tuhan, telah mempertemukan aku dengan
Elga.
Aku ingat apa yang telah kulakukan beberapa hari belakangan ini
sebagai usahaku untuk 'berubah'. Semua yang berbau porno sudah kubuang. Yang
belum aku lakukan, dan agak berat adalah: menjauh dari teman-teman serta
lingkungan yang akan selalu menggodaku, atau paling tidak, mudah untuk ingat
lagi 'kenikmatan semu' itu. Aku harus pindah kerja dan pindah tempat tinggal.
Aku harus ganti nomor HP. Yang jelas, usaha ini aku akan serahkan semua kepada
Tuhan, biar Tuhan yang bantu aku, lewat siapa saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar