Namaku Samuel, biasa dipanggil Sam. Umurku 22 tahun. Aku
bekerja di sebuah perusahaan operator telekomunikasi di Bandung. Dengan posisi
sebagai Marketing Leader.
November, 11 2013 "Selamat Pagi semua.. Seperti biasa
hari ini kita akan meeting marketing mingguan" Seperti biasa, setiap hari
senin aku melaksanakan meeting bersama tim marketing.
"Tok..tok...tok!" terengar suara ketukan pintu. "Ya, silahkan
masuk" ucapku.Ternyata Bu Fenny, kepala HRD masuk. Dibelakangnya seorang
pria mengikuti. "Silahkan kamu perkenalkan diri," "Selamat Pagi
semua, nama saya adalah Karel. Saya baru ditugaskan di sini mulai hari ini. Dan
saya diminta untuk belajar di tim marketing Bandung. Karena..."kata-katanya
terputus. "Ya, dia akan belajar di cabang kita selama 3 bulan kedepan.
Terutama dia akan belajar disini, karena menurut orang pusat, selama setahun
terakhir tim marketing cabang kita merupakan yang terbaik. Bukan begitu
Sam?" Bu Fenny melirikku, dan aku hanya tertawa terkekeh. "Karel,
mulai hari ini, kamu akan dibimbing langsung oleh Sam. Dia adalah Kepala tim
marketing." Aku memberikan ekspresi heran kepada Bu Fenny. Lalu, dia
berbisik, "Nanti kuceritakan". "Baiklah, Karel silahkan duduk di
kursi yang masih kosong. Ok, kita lanjutkan lagi meeting kita" Selama
meeting berlangsung. Kuperhatikan pria yang baru dibawa Bu Fenny. Perawakannya
lumayan. Cukup bersih, dari mukanya sepertinya dia ada keturunan arab-cina .
Badannya pun cukup atletis. Dari penampilannya dapat kusimpulkan dia bukan
mengejar gaji di perusahaan ini. Karena dari pakaian yang dia kenakan hampir
90% merk ternama. Dan dapat kujamin asli. Yah, soal fashion, meskipun pria. Aku
cukup peka dengan barang-barang branded. Kalau teman-teman kuliahku saat di
Perancis sudah hafal dengan kelakuanku yang satu ini. Menarik kesimpulan dari
brand yang dikenakan seseorang. Yah aku hanya tertawa saat mereka menjulukiku
seperti itu. Aku memperhatikan dia sepanjang meeting, saat tim ku berdiskusi.
Aku lihat dia tampak agak kebingungan dan lurang mengerti tentang apa yang kami
diskusikan. Lalu, aku mencoba mengetesnya. "Karel, bagaimana menurutmu,
apakah sebaiknya kita menggunakan offset 5% atau 10%." tanyaku "5%
Pak" ujarnya "Tapi, Pak" salah satu tim ku mencoba untuk
menyela. Ku berikan isyrat kepadanya untuk diam. "Ok, baiklah apa
pertimbanganmu untuk memakai 5%" tanyaku lagi kepada Karel. "Ehmm...
Karena kita akan rugi jika memakai 10%". Beberapa detik kemudian, seluruh
tim ku langsung tertawa. Dan aku pun mencoba menahan tawaku. Kulihat dari wajah
Karel dia malu dan merasa bersalah karena dia telah memberika jawaban yang
salah. "Baiklah kita sudahi rapat untuk hari ini, dan ingat tugas-tugas
kalian. Deadline kita 3 hari lagi" Aku pun menutup rapat hari itu. Semua
tim marketing keluar dari ruanganku, kecuali karel. Dia masih duduk terdiam di
meja rapat. Dengan cuek, aku pun kembali ke mejaku. Kuangkat telepon dan
langsung kuhubungi Bu Fenny. "Bu, ini Sam. Apakah ibu telah menunjukkan
meja kerja si anak baru itu?" "Oh iya Sam, aku lupa memberi tahu mu.
Untuk 3 bulan ini sepertinya dia akan berada diruanganmu.""Loh, apa
maksudnya ini Bu?" "Jadi begini Sam, dia adalah anak bungsu dari CEO
operator ini. Dia baru saja menyelesaikan studinya di jurusan Manajemen di salah
satu universitas di Bandung." "Oh, pantas saja." "Ada apa
Sam?""Ya, aku tadi mencoba test dia saat meeting. Dari jawabannya,
terlihat sekali dia hanya berpikir main aman, hanya untung-rugi yang dia
pikirkan." "Ya, itukan tugasmu Sam untuk mengajari dia. Yah
itung-itung aja kamu dapat asisten" "Maksudnya, Ibu menyerahkan dia
sebagai tanggungjawabku?" "Betul sekali anak cerdas, aku menyerahkan
dia sebagai tanggungjawab penuh mu." Aku pun menutup telepon dengan Bu
Fenny. Aku melihat Karel, sepertinya sepanjang percakapanku dengan Bu Fenny di
telepon, nampaknya dia memperhatikan aku. Lagi-lagi aku berpura-pura tidak
peduli. Saat jam kerja telah usai. Aku yang baru selesai meeting dengan kepala
bidang lain masuk kedalam ruanganku. Kulihat Karel sedang tertidur pulas di
meja rapat. "Wah... wah.. wah.. mengasyikkan sekali sepertinya tidur
sampai jam kerja berakhir." Dia pun langsung terbangun, dan kulihat
mukanya memerah ketika melihatku berdiri di depannya. Aku kemudian menuju
dispenser, dan kuambilkan air minum untuknya. "Ma-Ma-af Pak, saya hanya
merasa bosan karena dari pagi tadi, tidak ada satupun pekerjaan yang bisa saya
lakukan"Karel kemudian menenggak air yang kuberikan tadi. "Hahaha...
Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa melihat kelakuan anak manja sepertimu"
Aku sambil berjalan menuju lemari disebelah mejaku. Aku keluarkan setumpuk
berkas. Dan kutaruh di depan dia. "Ini konsekuensi karena kamu tidur di
jam kerja. Pelajari berkas- berkas ini dalam semalam. Dan besok kau sudah harus
mengerti. Kalau tidak, akan ada konsekuensi menyusul."
ujarku."Ta-ta-pi" "Tadi ayahmu langsung meneleponku, dia bilang
aku sekarang menjadi mentormu. Dan dia memintaku untuk meperlakukan kamu tanpa
perlu memikirkan kamu anak siapa." Kulihat ekspresi dimukanya yang cukup
kesal. "Oh ya, pastikan tidak ada satupun berkas yang hilang atau rusak
ya. Dan sekarang kamu boleh keluar dari ruangan ini, karena ruangan ini segera
akan kukunci" Ya, aku memang memegang sendiri kunci ruanganku. Aku pun
segera menuju lift. Baru dilantai tujuh saat pintu lift terbuka aku mendengar
suara ramai di lift sebelah. Aku pun keluar dari lift, dan kudapati Karel
sedang merapikan berkas-berkas yang kuberikan tadi. "Aduh.. belum 15 menit
kuberikan berkas itu, eh sekarang udah jatuh aja" Dia punlangsung berdiri
dan membalikkan badannya. "Ma-ma-af Pak" Belum selesai dia berkata,
aku pun masuk lift kembali dan langsung menuju area parkir. Kukeluarkan kunci
vespa gtv250 milikku dan langsung meluncur pergi meninggalkan kantorku.
November, 12 2013 Jam di tanganku telah menunjukkan pukul
8.05 wib. Karel belum juga terlihat di ruanganku. 15 menit kemudian dia datang.
"Maaf Pak, saya terlambat" "Ah, kamu baru hari kedua sudah
berani telat" Aku menyodorkan berkas-berkas yang telah kupersiapkan sebagai
konsekuensi keterlambatan dia. "Loh kok nambah lagi Pak?" "Kamu
ini banyak mengeluh ya. Kamu disini itu sebagai bawahan saya. Apa yang saya
perintahkan sudah seharusnya kamu turuti" Nada suaraku pun meninggi.
Kulihat wajahnya sedikit takut. "Dan sebagai konsekuensinya hari ini kamu
harus menginap di kantor agar besok kamu tidak terlambat. Tidak ada komentar.
Mengerti?" Karel hanya mengangguk-angguk saja. Kulihat dari pagi dia sibuk
mempelajari berkas-berkas tersebut. Saat jam makan siang, aku meninggalkannya
di ruang kerjaku. Sehabisnya aku dari kantin di lantai dasar, kulihat dia masih
di ruang kerjaku. Aku duduk di kursi kerja. “Kamu sudah makan, Karel?” “Belum
Pak, nanti saja masih naggung.” “Kamu jangan lupa makan ya.” Dia hanya
mengangguk pelan. Dua jam kemudian, jam di tanganku telah menunjukkan pukul
empat sore. Aku menanyakan kembali padanya. Dan dapat kupastikan dia belum
makan. Aku kemudian menelepon OB, dan meminta dia membelikan makanan. “Ini
kubelikan dua bungkus. Kau dari tadi belum makan kan? Saya jamin malam ini sepertinya
juga kau tidak ada waktu untuk turun mencari makan.” Dia menatapku dengan
senyuman. Aku membuang muka ke tempat lain. Selepasnya jam kerja, aku
menyuruhnya untuk meneruskan pekerjaannya di ruangan luar. Karena seperti biasa
ruanganku aku kunci.
November, 13 2013 Hari ini aku datang lebih pagi, ketika
aku sampai dikantor jam di tanganku menunjukkan pukul 7.15. Aku sengaja datang
lebih pagi untuk memastikan Karel. Ketika aku lihat dia, dia sedang tertidur
pulas dengan pakaian kemarin di ruangan luar. Karena kasihan, akupun turun ke
kantin bawah, membelikannya sandwich dan kopi dari vending mechine. "Hei
bangun, ini sarapanmu" Dia pun membuka matanya, mengucek-ngucek matanya
dan sangat kaget melihatku duduk diatas mejanya. "Nih ambil, sarapan buat
kamu" "Wah, terima kasih banyak, Pak." Aku melihatnya memakan
sandwich yang kuberikan dengan sangat lahap. Aku pun tertawa geli melihatnya.
Aku mulai membuka pembicaraan. "Kamu anak bungsu Pak Harris ya?"
"Iya, saya anaknya dari istri yang ke-8." "Oh begitu, saya
dengar kamu baru lulus kuliah ya?" "Iya, baru dua bulan yang
lalu." "Biasanya, anak bungsu sepertimu sangat malas untuk
bekerja." "Sebenarnya, bisnis bukan lah cita-cita saya, Pak. Saya pun
kuliah karena keinginan papah. Dan saya bekerja pun, karena papah mengancam
akan menstop uang jajan saya kalau saya tidak langsung bekerja."
"Lantas, apa sebenarnya keinginan kamu?" "Saya sebenarnya ingin
menjadi chef, tetapi papah tidak setuju. Pak, boleh saya bertanya
sesuatu?" "Ya, ada apa." "Saya perhatikan Bapak jauh lebih
muda daripada pimpinan-pimpinan yang lainnya, bahkan Bapak terlihat lebih muda
dari saya." Aku pun tertawa kecil. "Ya, saya memang lebih muda dari
kamu, usia saya baru menginjak 23, kurang lebih 2 tahun lebih muda dari
kamu." "Loh kok bisa Pak?" "Panjang kalo saya ceritakan.
Lagian 15 menit lagi akan masuk jam kerja. Mending kamu ke toilet untuk
membersihkan muka. Setelahnya langsung ke masuk saja ke ruangan saya. Biar OB
yang membawakan berkas-berkasmu."
November, 14 2013 Hari ini aku pun melihat ada yang
berbeda dari Karel. Dia tidak lagi mengeluh setiap kuberikan tugas. Bahkan aku
iseng menyuruhnya membeli rokok di supermarket depan kantor, dengan cekatan dia
melakukannya. "Karel, siang ini temani saya makan siang ya."
"Siap Pak," Jam makan siang pun tiba. "Ayo turun, makan siang
sama saya" ujarku. Dia pun langsung mengikutiku. Ketika di lift, saat aku
menekan lantai area parkir, dia bertanya, "Pak, bukannya kantin ada di
lantai dasar ya Pak?" "Saya lagi bosan makan dikantin, sudah kamu
ikut saja." Sesampainya di area parkir, aku memberikan helm kepadanya.
Ketika dia melihat motorku, lagi-lagi dia beromentar, "Wah, Bapak suka
vespa ya?" "Sudah jangan banyak berkomentar, apa kamu mau saya
berikan konsekuensi lagi karena terlalu banyak berkomentar." Dia pun
mengikuti dan hanya diam, ketika di perjalanan, dia memelukku erat-erat. Aneh
aku merasakan jantungku berdegup lebih kencang. Semakin ku pacu vespaku,
semakin erat dia melingkarkan tangannya diperutku. Dan sesampainya di
restaurant dia langsung berkata, "Sebetulnya, ini pertama kali pengalaman
saya naik motor. Dari kecil sampai kuliah, saya selalu diantar jemput dengan
mobil. Baru setahun belakangan saya diizinkan membawa mobil sendiri."
"Sudah, hayo kita masuk." Sesampainya didalam restauran dan setelah
menghabiskan hidangan yang kami pesan, aku pun membuka percakapan. "Saya
mengajakmu kesini, selain untuk mengapresiasi kinerja kamu hari ini, ada hal
lain yang ingin saya tanyakan." "Oh silahkan saja Pak,"
"Kalau diluar seperti ini, panggil nama saja. Cukup aneh kalo dilihat
orang kamu memanggil saya, yang lebih muda dari kamu, dengan sebutan Pak."
"Baiklah Pak, maksud saya Sam" "Apakah kamu keberatan untuk
menceritakan kehidupan dan keluarga kamu?" Dia menggeleng. "Saya
sejak kecil hidup dengan Ibu dan Pak Pratman, ayah hanya datang sebulan sekali
ke rumah saya. Sehari-hari sampai saya dewasa Pak Pratman, sopir saya yang
selalu menemani saya. Ibu saya selalu sibuk belanja keluar negeri. Matanya
terlalu silau dengan harta. Ketika saya beranjak SMP, saya sadar Ayah hanya
datang ke rumah, untuk melampiaskan nafsunya kepada ibu. Dan tidak pernah dia
mengajakku bermain. Bahkan ketika saya berkelahi dengan teman saat SMA, Pak
Pratman lah yang datang sebagai wali saya." Aku hanya mendengarkan Karel
bercerita. Jelas sekali saat dia bercerita, tampaknya sampai saat ini, hanya
Pak Pratman lah yang sangat dekat dengannya. "Lantas bagaimana dengan
Bapak, maksud saya kamu, Sam? Bukankah kamu berjanji untuk bercerita tentang
pengalaman kariermu?" "Oh ya. Saya menyelesaikan SMA saya saat saya
berusia 15 tahun. Saya langsung mengambil program fast-track di salah
universitas di Paris. Saat saya berusia 20 tahun, saya telah menyandang gelar
S2 program bisnis dan manajemen. Saya tertarik dengan marketing telekomunikasi.
Ketika saya meng- apply disini. Dan saya langsung ditempatkan di
Marketing." "Bagaimana pendapat orang-orang kantor mengenai umurmu,
Sam?" "Awalnya, mereka sulit menerima saya. Bahkan mereka sering
mengucilkan saya. Hingga 2 tahun yang lalu, saya membuat gebrakan untuk
mengubah sistem marketing perusahaan ini. Di bulan ini, profit cabang kita
meningkat hampir 150% dari bulan sebelumnya. Dan terus meningkat sampai
sekarang." "Lantas orang-orang itu?" "Mereka langsung
merubah cara pandang mereka terhadap saya. Mereka mulai menghormati saya bahkan
1 tahun yang lalu, saya diangkat sebagai leader tim marketing." "Wah
luar biasa sekali cerita kamu, Sam" Aku lihat ekspresi Karel begitu
terkagum- kagum dengan ceritaku. "Oh ya, 20 menit lagi jam istirahat
selesai. Sebaiknya kita segera kembali ke kantor." ujarku
November, 15 2013 Hari ini aku dikejutkan saat aku hendak
membuka ruanganku. Aku melihat Karel telah berdiri di depan ruanganku.
"Pagi, Pak" "Pagi" jawabku dingin sambil membuka pintu
ruangan. Hari ini aku mengevaluasi Karel, materi-materi dan tugas-tugas yang
telah aku berikan sebelumnya, aku coba tanyakan kepada dia. Aku kira dia anak
pemalas, ternyata tidak. Dia sebenarnya cukup mudah untuk belajar dan
mengingat. Aku sedikit tersenyum saat akhir evaluasi. "Ada apa, Pak?"
tanyanya. "Kamu sebenarnya memiliki potensi. Dan kalau kamu serius. Kamu
akan cepat mengerti sistem marketing di sini." "Wah, terimakasih,
Pak." Seperti hari sebelumnya, dia cekatan dan semangat melakukan tugas-tugas
yang aku perintahkan.
Semenjak hari itu, Karel semakin menunjukkan
peningkatan.Bahkan saat senin, ketika aku mengadakan meeting dengan tim, dia
mencatat dan bertanya menegenai hal-hal yang belum dimengertinya. Hubungan aku
dan dia pun semakin intens. Dia selalu mengikutiku jika aku minta.
November, 22 2013 "Sam, ini aku Fenny. Aku dengar
Karel mengalami peningkatan cukup pesat. Luar biasa kamu. Baru seminggu saja,
anak orang udah kamu ubah kayak apa." "Ah, Ibu tidak perlu terlalu
berlebihan." "Ini, aku mau bertanya, sudah ada meja kerja yang
kosong. Bagaimana menurutmu, apakah Karel perlu pindah ruangan atau tetap di
ruanganmu saja?" "Ehm, sepertinya dia disini saja, lagian benar kata
Ibu. Saya seperti punya asisten dengan kehadiran dia." Ibu Fenny pun
tertawa kecil. "Oh ya sebelum saya lupa, dari Minggu sampai Kamis, minggu
depan kamu diminta untuk datang ke cabang kita di Bali, katanya ada masalah
marketing disana. Mendadak sih mereka bilangnya." "Ya, mau bagaimana
lagi Bu, saya mau gak mau harus datang kesana. Sekalian pesankan tiket pulang
pergi untuk Karel juga ya." "Kalo tiket sih masalah gampang, tapi
disana dia gak dapet duit jajan loh" "Gampang, ntar itu pake uang
jajan saya aja bu." "Dan kamar hotel kalian cuma dapet satu tapi
ya" "No Problem Bu," "Hati-hati loh, kalo terlalu sering
ntar lama-lama dia suka lagi sama kamu" sambil diikuti tawa kecil dari Bu
Fenny. "Ah, Ibu nakut-nakutin saya aja. Ga mungkin lah Bu." Selesai
pembicaraanku dengan Bu Fenny, saat makan siang, aku pun menyampaikan kepada
Karel. "Ke bali? Serius Pak?" dengan kegirangan Karel langsung
merespon saat aku memberitahu dia. "Ssstt.. kecilkan suaramu rel,"
"Oh ya maaf, Pak. Baru kali ini saya pergi ke luar kota tanpa ditemani Pak
Pratman ataupun Ibu." "Kamu persiapkan apa saja yang dibutuhkan ya,
dan hari Minggu kita berangkat dengan pesawat paling pagi. Nanti kita langsung
ketemuan di bandara aja, Ok?" Sepertinya Karel benar-benar tidak sabar
menunggu hari Minggu. Selama hari Sabtu, ponselku tak henti-hentinya berbunyi.
Semua pesan yang kuterima, adalah sms dari Karel. Mulai dari materi yang perlu
dia pelajari sampai barang apa saja yang perlu dia bawa, dia tanyakan semua
padaku.
November, 24 2013 Aku baru saja melangkahkan kakiku keluar
dari taksi di Bandara. Tiba-tiba ada suara yang memnggilku dari belakang.
"Hey, Sam. Aku disini!" Ternyata itu adalah Karel. Aku tersenyum
tipis sambil melambaikan tangan. Dia pun menghampiri aku bersama seorang pria
paruh baya dibelakangnya. "Saya kira kamu akan datang terlambat,
Rel." "Ah, semenjak saat itu, saya tidak pernah mau lagi datang
terlambat ketika itu adalah perintah darimu. Saya tidak ingin terkena
konsekuensi lagi. Oh ya, perkenalkan ini adalah Pak Pratman." Saya pun
menyalami pria itu. Meskipun sudah berumur diatas 50 tahun, pria tersebut masih
memiliki tubuh yang atletis dan tegap bahkan hampir sama seperti tubuhku dan
Karel. Wajahnya juga masih terlihat tampan. "Tolong jaga Karel, dia...
sudah seperti anak saya sendiri." ujar pria itu. Aku pun mengangguk. Saat
memasukkan barang ke bagasi pesawat. Aku melihat Karel ribet luar biasa. Aku
sendiri hanya membawa 1 koper kecil dan tas punggung. Sementara dia, sampai
membawa 2 koper besar. Aku pun hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat
kelakuan dia saat itu. Saat di pesawat, aku mencoba membuka percakapan. "Sepertinya,
Pak Pratman lebih gagah dari yang saya bayangkan, Rel." "Tentu,
bahkan dalam seminggu, lima kali dia melatih kebugaran di gym."
"Pantes aja, tubuhnya saingan ama saya. Saya aja kalo ke gym, paling kuat
tiga kali seminggu." "Iya, gara-gara tubuhnya, mama.." Tiba-tiba
percakapan kami terhenti. "Kamu juga sering ke gym ya, tidak heran badan
kamu lebih atletis dari saya Sam." Aneh, sepertinya ada yang diesmbunyikan
Karel, pikirku dalam hati. "Mama kamu tidak masalah dengan perjalanan ini,
Rel?" "Ya, awalnya dia keberatan. Tapi Pak Pratman mencoba meyakinkan
mama." Akhirnya kami sampai juga di bandara Ngurah Rai. "Selamat
Siang, Pak." Ada seseorang pria yang menyapaku, lalu aku menoleh. Ternyata
pria itu adalah salah satu HRD cabang Bali namanya Gede umurnya 27 tahun,
perawakannya seperti model pria habis berjemur, dengan kepala botak plontos.
"Dengan tampang dan tubuh yang kamu miliki, sepertinya menjadi model bukan
pilihan yang buruk."ujarku ketika kami bertiga telah di dalam mobil. Gede
hanya tersenyum tipis mendengar perkataanku. Lalu sesaat suasana menjadi
hening. Siang itu, perjalanan dari bandara menuju hotel lumayan jauh, Gede yang
mengemudikan mobil, aku duduk di kursi depan, sementara Karel di kursi
belakang. Karena teriknya matahari, kami bertiga tidak henti-hentinya akan
mandi keringat. Kemeja tipis yang aku kenakan sekejap langsung basah, dan
tubuhku langsung dapat diterawang dari luar, saat itu aku tidak memakai kaos
dalam. "Bali memang biasa sepanas ini ya, Gede?" "Tidak kok, ini
memang lagi terik-teriknya, kebetulan sudah tiga hari belum hujan."
Kuperhatikan sekilas, pandangan mata Gede yang semula lurus kedepan, mencoba
melirik ke arahku. "Saya baru sadar setelah kemeja Bapak basah oleh
keringat, tubuh Bapak lebih atletis dari saya. Sepertinya bukan cuma saya yang
seharusnya jadi model." Aku dan Gede pun sontak langsung tertawa memecah
suasana siang itu. Akhirnya sampai juga kami di lobby hotel, Gede mengantar
kami sampai di lobby. Awalnya dia ingin membawakan barang-barang kami sampai ke
kamar. Namun, Karel bersuara "Terimakasih Mas, tapi saya masih bisa
membawa barang-barang saya dan Pak Sam." "Oh, baiklah kalo begitu,
kalo Bapak membutuhkan apa-apa atau butuh akomodasi, ini nomor saya,Pak"
tangannya menyodorkan secarik kertas bertuliskan digit angka. Akhirnya aku dan
Karel menuju kamar kami. Karel yang membawa barang-barang kami, sementara aku
yang menngambil kunci dari reservasi.Ternyata kamar yang dipesankan oleh Bu
Fenny adalah kamar dengan single bed berukuran besar. "Wah Rel, Bu Fenny
pasti lupa meminta kamar dengan double bed. Kamu tidak masalah kan jika tidur
satu bed dengan saya. Apa perlu reservasi kamar lain. Bentar saya telepon Gede
dulu." "Ti-tidak perlu ditelepon, Sam. Saya tidak masalah kok,
Sam." "Hah, baiklah" Aku pun merebahkan tubuhku langsung ke
kasur. Sementara Karel duduk di sofa. Hotel yang kami singgahi memang tidak
begitu besar,namun kalo menurutku ini adalah hotel sejenis resort. Ketika masuk
ke kamar, view dari jendela langsung mengarah ke pantai. Aku pun melepas pandanganku
ke arah pantai, rasanya cukup tenang. "Hotel ini dapat menjadi referensi
bagi pasangan honeymoon"ujarku. "Sayang, kamu malah membawa saya,
bukannya pacar kamu Sam." Tiba-tiba terdengar suara Karel. "Kata
siapa saya sudah punya pacar?" "Entahlah, mana mungkin sih tidak ada
perempuan yang tertarik denganmu, Sam." Karel menjawabnya dengan sedikit
ketus. Aku pun tertawa kecil sambil merubah posisi menjadi duduk. Aku amati
ekpresi Karel, dia membuang muka ke arah pantai, namun matanya sesekali melirikku.
"Kenapa sejak kita keluar dari bandara, sepertinya kamu berubah,
Rel?" "Tidak, biasa saja kok." "Aku perhatikan pagi tadi
kamu begitu ceria, tapi sesampainya kita di sini, aku lihat kamu malah sedikit
murung." "Tidak, Sam" "Apa kamu ada masalah,Rel? " Aku
pun sambil berdiri mendekatinya. Dia masih membuang muka dariku lalu
menggeleng. "Ayolah, cerita saja pada saya, Rel. Mungkin akan dapat
membantumu." "Maaf Pak, untuk kali ini saya tidak dapat mematuhi
perintah Bapak." Aku cukup kaget mendengar pernyataan dari Karel. Dari
cara bicaranya dan sikapnya yang tidak mau memandangku, sepertinya aku telah
berbuat salah padanya. Tetapi aku tidak tahu kesalahan apa yang telah kulakukan
padanya. Aku memutar otak, bagaimana caranya mencairkan suasana seperti ini.
Aku menurunkan badanku. "Jika kamu marah pada saya, tolong beritahu
saya." Namun dia tidak merespon. Secara reflek aku menggeliti perutnya.
Awalnya dia tidak merespon. Namun lama-kelamaan sepertinya dia tidak dapat
menahan dan akhirnya ekspresinya yang murung telah kembali seperti pagi tadi.
Dia memintaku untuk berhenti menggelitikinya. Namun aku tidak hiraukan.
Akhirnya dia bangkit berdiri dan membalas gelitikanku. Sekarang aku yang merasa
kegelian. Kami saling membalas gelitik sampai tidak sadar tubuhnya mendorong
tubuhku jatuh dikasur. Tubuhnya menimpa tubuhku sekarang. Selama lima detik
kami saling menatap mata satu sama lain. Jantung berdegup sangat cepat saat
itu. Lalu aku pun berkata, "Maaf Rel, bisa kau berpindah sejenak, karena
aku mau mandi." Aku pun mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi.
Kuhidupkan shower, saat sedang mandi tiba-tiba aku teringat kata-kata Ibu
Fenny. Apakah tindakan yang dilakukan oleh Karel siang ini adalah bentuk
cemburu? Mengapa kami tadi cukup lama menatap mata satu sama lain saat dia
jatuh menimpaku? Mengapa jantungku berdegup lebih cepat saat dia memelukku? Apa
maksudnya semua ini. Aku pun segera menyelesaikan mandi ku, langsung
kulingkarkan handuk di pinggangku dan keluar dari kamar mandi. Saat aku habis
membuka koper untuk mengambil pakaian, handuk yang kukenakan terlepas. Awalnya
aku tidak peduli, lalu aku perhatikan, Karel terdiam untuk beberapa menit
sambil menatap tubuhku yang saat itu telanjang bulat. "Kenapa, belum
pernah liat pria lain telanjang bulat ya? Atau belum pernah liat penis segede
ini?" Aku berdiri menghadapnya sambil mengenakan celana dalamku. Lalu dia
berusaha menjawab sambil sedikit terbata-bata, "A-a-nu, i-i-ya sa-saya
belum pernah lihat kamu telanjang seperti ini. Ternyata badan kamu bagus ya,
Sam." Dengan muka yang mulai memerah, dia segera mengambil handuk dan
masuk ke kamar mandi. Malam ini, aku baru masuk kamar sekitar pukul 23.30.
Setelah makan malam bersama Karel. Aku memutuskan untuk turun ke Club di dekat
hotel. Karel menolak dengan alasan ingin mempersiapkan materi besok.
November, 25 2013 Aku pun membuka mata, kulihat jam di
tanganku menunjukkan pukul 06.15. Aku melihat Karel, dia masih tertidur dengan
pulas di kasur. Semalam saat aku masuk ke kamar hotel, aku melihat dia telah
tidur terlebih dahulu, karena aku tidak ingin dia terganggu kuputuskan untuk
tidur di sofa. Tak lama kemudian, kuputuskan untuk bersiap-siap terlebih
dahulu. Karel kemudian kubangunkan, kami pun turun dari hotel untuk sarapan.
Saat kami sedang sarapan, "Sam, semalam kamu tidur dimana? Kamu tidak
pulang semalam." "Eh, nggak kok Rel. Kebetulan saya masuk kamar sudah
hampir pukul 01.00. Karena saya lihat kamu sudah tidur sangat pulas, saya nggak
enak kalo tidur di kasur. Ntar, kamu terganggu" "Kamu jangan seperti
itu, Rel. Justru sekarang saya gak enak, gara- gara semalam saya tidur di kasur
sementara kamu tidur di sofa. Kalo kamu merasa terganggu tidur di kasur bersama
saya, setidaknya biar saya saja yang tidur di sofa. Bagaimanapun juga kamu kan
atasan saya, Sam." "Udah.. nggak usah dipikirin. Saya nggak masalah
kok. Iya-iya nanti malam saya akan tidur di kasur." Percakapan yang cukup
aneh. Menurutku hal seperti ini bukanlah hal besar dan harus diperbincangkan,
tapi ternyata Karel merasa hal seperti ini membuatnya merasa bersalah. Saat
kami keluar dari hotel, mobil yang menjemput kami kemarin telah menunggu kami.
Ketika kami masuk kedalam mobil, aku kira Gede yang menyetir. Ternyata orang
lain. "Loh, Gede kemana?" tanyaku. Hari ini saya yang bertugas
menjemput Bapak, perkenalkan nama saya Mario. Mario berkulit putih, namun
badannya sangat tidak atletis, bahkan bisa dibilang buncit. Dan entah mengapa
perjalanku menuju kantor terasa sangat membosankan, selain rutenya yang cukup
panjang, Mario tidak seperti Gede, dia tidak bisa bercanda sama sekali.
Akhirnya saat sampai dikantor, kami segera diminta untuk masuk ke ruang
meeting. Ternyata, hasil dari pertemuan meeting tersebut adalah cabang
perusahaan di Bali ini sedang terkena masalah. Penjualan terjun bebas dari
level target. Dan saya diminta bantuan untuk menganalisis permasalahan ini.
Ternyata Gede ditunjuk oleh Head Manager disini untuk menjadi asisten saya
disini. Selesai meeting, Gede langsung mengajakku dan Karel makan siang.
"Bagaiman Pak perjalanan dari hotel ke sini?" "Membosankan"
jawabku. "Loh ada apa Pak?" "Mario gak seru kayak kamu,"
jawabku sambil tertawa kecil. Gede pun ikut tertawa . Lagi-lagi aku melihat ada
yang aneh. Ternyata baru aku sadari, saat aku bersama Gede, Karel pasti menjadi
pendiam dan sifatnya agak berubah. Namun aku pikir, belum saatnya untuk
membahas sekarang. "Oh ya Gede, malam ini kamu bisa menemani kita lembur
tidak. Saya inginnya menyelesaikan masalah cabang ini hari ini juga. Lumayankan
dua Selasa-Rabu bisa jadi liburan." "Memangnya bisa hanya sehari,
Pak?" "Ya kita lihat saja nanti." Selesai makan siang, kami
bertiga langsung menuju ruangan yang telah disediakan. Aku meminta Gde
mengumpulkan data-data yang diperlukan. Sementara Karel kuminta untuk mencari
catatan kasus serupa pada perusahaan kami. Sementara aku mencoba membaca
permasalahan yang ada. Baru satu jam kami mengerjakan, aku mengatakan kepada
Gede dan Karel. "Sepertinya dua hari kedepan akan menjadi hari liburan
bagi kita." "Maksud Bapak?" Gede menyela. "Benang kusutnya
sudah aku temukan, dan menurut perhitunganku, sebelum jam 11 malam , laporan
sudah bisa selesai." Ternyata benar saja, pukul 22.49 laporan sudah
selesai. Dan seperti yang dibicarakan saat meeting, saat laporan yang berisi
analisa masalah telah selesai, maka tugasku telah selesai juga. Karena,
masalahnya telah selesai, aku mengajak mereka untuk menikmati malam yang
tersisa di club favoritku di daerah Kuta. Awalnya, Karel menolak, namun aku
paksa dan akhirnya dia mau ikut. Sementara Gede dengan senang hati menerima
tawaranku. Di club itu, kebetulan ada meja billiard, tiba-tiba terpikir di
otakku, "Bagaimana kalo malam ini kita main billiard, dan yang kalah di
setiap gamenya harus minum tiga gelas beer sekaligus." Mereka tidak bisa
berkata apa- apa. Setelah lima game, Karel selalu saja kalah. Dan
dihitung-hitung dia telah minum sampai 15 gelas. Kulihat dia sudah sangat
sempoyongan. Karena kasihan, kuputuskan untuk menyudahi malam itu, aku meminta
Gede mengantarkan kami. Sesampainya dikamar, kurebahkan tubuh Karel di kasur.
Setelah kulepaskan pakaian kerjanya. Aku juga melepaskan pakaian kerjaku dan
karena kebiasaan, aku tidur bertelanjang dada. Saat tidur tanpa sadar aku tidur
sambil memeluk Karel.
November, 26 2013 Saat membuka mata betapa terkejutnya aku
mendapati diriku tidur sambil memeluk pria lain. Langsung kulepaskan pelukanku
dan aku pun agak menjaga jarak dari Karel sambil terlentang. Belum selesai aku
memikirkan apa yang telah kulakukan, tiba-tiba Karel berbalik badan. Ternyata
dia telah menyadari sejak satu jam lalu bahwa aku tidur sambi memeluk dirinya.
Dia kemudian turun dari kasur, megambil segalas air putih dan memberikannya
kepadaku. "Kenapa kau tidak membangunkan saya ketika kamu menyadari bahwa
tidur memeluk kamu, Rel?" "Saya tidak ingin mengganggu tidurmu,
Sam." "Tapi saya tidak enak jadinya. Jujur saya minta maaf atas
perlakuan saya, Rel." "Saya paham kok, Sam. Kamu mungkin tidak sadar
karena kamu mabuk, dan mengira aku ini pasanganmu, makanya kamu memeluk saya.
Dan saya gak masalah kok." "Ah, untunglah." "Sam, sebenarnya
ada yang ingin saya katakan." Karel mulai duduk mendekatiku dan mengambil
gelas dariku. "Aku rasa aneh, tapi aku harus jujur, aku mulai mencintaimu,
Sam. Dan saya rasa, kamu juga merasakan hal yang sama, Sam." Untuk
beberaapa detik saya terdiam. Dan anehnya saya tidak berani menepis
kata-katanya. Tanpa saya sadari, tubuh Karel mulai mendekati tubuhku. Mukanya
mulai mendekati mukaku. Dia ingin menciumku. Saat bibir kami benar-benar sudah
dekat. Aku memegang bahu Karel. "Maaf Rel, mungkin ini salah paham. Aku
memang mencintaimu, tapi sebagai teman." Muka Karel memerah, mungkin
karena malu, sedih, takut, entahlah aku juga tidak tahu. Ada hal aneh yang aku
rasakan, saat dia ingin menciumku tadi, aku rasakan penisku menegang dengan
hebat. Tak berapa lama, terdengar bunyi bel kamar. Ternyata Gede yang datang.
Seperti yang telah dibahas semalam, karena tugasku sudah selesai di Bali, dua
hari tersisa aku meminta Gede untuk memandu kami menikmati Bali. Mulai dari
surfing, climbing, sampai spa pun kami lakukan. Dua hari itu aku manfaatkan
benar-benar sebagai media liburan. Dan tanpa kusadari, selama dua hari itu, aku
menjaga jarak dari Karel. Dan setiap aku butuh bantuan aku langsung bericara
pada Gede. Pernah beberapa kali Karel mengajakku berbicara, tapi aku langsung
mengalihkan muka dan langsung mengajak Gede bicara. Hingga saatnya kami pulang
pun, di pesawat aku berpura-pura tidur dan tidak mengatakan apapun.
November, 28 2013 Tidak seperti biasa, jam di tanganku
sudah menunjukkan pukul 09.00. Tapi aku belum melihat Karel. Aku mencoba
menghubunginya, tapi sepertinya ponselnya dimatikan. Aku tidak ambil pusing,
aku kerjakan saja tugasku untuk hari itu.
November, 29 2013 Lagi-lagi hari ini dia tidak masuk
kerja. Dan nomornya pun tidak bisa dihubungi. Aku mencoba menghubungi Bu Fenny
untuk menanyakan nomor telepon dan alamat rumah Karel. Ternyata Bu Fenny hanya
memiliki alamat rumahnya. Selesai dari bekerja, aku langsung memacu vespaku
menuju rumahnya. Sesampainya aku di depan rumah. sesosok pria yang aku ingat sebagai
Pak Pratman menghampiriku. "Permisi Pak, apakah.." "Kamu,
Sam?"tanyanya. Aku hanya mengangguk. Dia mempersilahkanku untuk masuk.
"Karel ada di dalam?" Dia mengangguk. aku diarahkan ke kamarnya.
Kemudian ketika aku ingin memasuki kamarnya. Dia menghalangi pintu. "Ada
yang ingin aku bicarakan padamu, ikut aku ke ruang kerja" Aku mengikutinya
ke ruang kerja. Muncul pertanyaan di dalam otakku. Sejak kapan sopir memiliki
ruang kerja. Belum sempat aku bertanya dia langsung menjawab. "Ini sebetulnya
ruang kerja milik Pak Harris. Tapi karena dia tidak pernah menggunakannya, saya
memakai ruang ini."
Aku tidak terlalu peduli dengan apa yang diucapkannya.
Pandanganku tertuju kepada laci dibelakang kursi. Dari laci yang terbuka itu
aku dapat melihat sebungkus kondom yang sudah terbuka dan celana dalam wanita.
Dia menyadari hal tersebut, lalu memundurkan tubhnya dan menutup laci itu
dengan kakinya. "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu," "Setelah
pulang dari luar kota, Karel hanya mengurung diri di kamar. Dan kudapati
ternyata suhu tubuhnya sangat tinggi. Dia sempat tidak sadarkan diri. Dan saat
dia tidak sadarkan diri, dia hanya memanggil-manggil namamu. Awalnya saya tidak
curiga. Namun setalah beberapa kali memanggil namamu, dia sempat menyebutkan
bahwa dia mencintaimu lalu membencimu. Saya tahu mungkin kau tidak bisa
menerima cintanya. Tapi tolong demi kebaikan Karel, jika kau datang kesini
hanya untuk menyakitinya, lebih baik kau pulang. Saya prihatin dengan
Karel"
Untuk sejenak aku terdiam. Dari cara bicaranya, seperti
seorang ayah yang mencemaskan anaknya. Dan semua yang diceritakan Karel serta
kondom dan celana dalam itu, membawaku ke suatu kesimpulan. "Sebenarnya
siapa Bapak ini, kenapa anda begitu khawatir kepada Karel. Apakah anda yang
selama ini bercinta dengan ibunya. Atau jangan-jangan Karel adalah hasil
hubungan kalian berdua? Dan apakah dia mengetahui hal ini" Pak Pratman
berdiri lalu dengan cepat menampar mukaku. "Tolong jangan beritahu
siapapun. Lebih baik sekarang kau pulang" ujarnya. Dia memegang tanganku
lalu memaksa berdiri, namun aku menahannya. "Anda ini sungguh lucu sekali.
Ada rahasia yang ingin saya beritahu kepadamu juga. Yah, agar kita sama-sama
impas. Saya juga sebenarnya seorang pecinta sesama pria. Tapi tidak mudah bagi
saya untuk mencitai Karel. Karena dia bukan tipeku. Tidak ada seorang pun
semenjak aku lulus kuliah yang mengetahui bahwa saya seperti ini. Hanya anda
yang tahu ini." Pak Pratman sedikit terkejut mendengar pernyataanku.
Ketika aku sudah berada di depan pintu ruang kerja untuk keluar, tiba-tiba dia
berkata. "Tolong, belajarlah untuk mencintainya. Dia belum pernah sama
sekali merasakan cinta ataupun berpacaran." "Kalau saya menolong
kalian, apa yang bisa saya dapatkan."ujarku "Saya akan melakukan apapun
untukmu." Akupun melepaskan tanganku dari gagang pintu yang semula ingin
kubuka. Kukunci kembali pintu tersebut. Dan membalikkan badanku. Aku berjalan
mendekati dia. Tepat di telinga pria yang meski sudah tidak muda namun tetap
tampan dan kekar itu, aku berbisik. "Apapun akan kau lakukan?"
tanyaku. Pak Pratman hanya mengangguk. "Sebenarnya anda adalah tipeku,
apakah anda mau untuk kali ini menuruti perintahku". Pak Pratman benar-
benar terbelalak tak menyangka, namun akhirnya mengangguk. Kupegang kepalanya
dan kuturunkan sampai dia berlutut didepanku. Kukeluarkan penisku yang sejak
tadi sudang mengencang dari celanaku. Kupaksa penisku mengisi rongga mulutnya.
Kumaju-mundurkan penisku. Pada awalnya dia tampak tidak nyaman, namun dia mulai
menikmatinya. Untuk beberapa kali dia sempat menggigit penisku. Kukeluarkan
ponselku dan pelan-pelan kuabadikan dirinya yang sedang melumat penisku. Ketika
dia sedang didera kenikmatan, kucabut penisku dari mulutnya. Lalu kuangkat
tubuhnya dan kubisikkan sesuatu. "Saya akan mencoba mencintai anakmu, tapi
izinkan saya untuk mencoba dirimu. Turuti saja apa perintahku." Kubuka
satu per satu pakaiannya. Dasi, kemeja, ikat pinggang, sampai terakhir
celananya. Kulihat penisnya ternyata juga sudah mengeras. Aku pun juga sudah
telanjang bulat. Kurebahkan tubuhnya di atas meja. kutindih tubuhnya dengan
tubuhku. Kugesek-gesekan penisku dengan penisnya. Dari cara dia mencapai
birahinya, sepertinya dia sudah terbiasa. Lalu aku berbisik padanya,
"Apakah kau pernah berhubungan dengan pria sebelum saya?" Dia terdiam
sejenak lalu mengangguk. "Buah memang tidak jatuh dari pohonnya. Pernah
dientot?" ujarku sambil tersenyum. Dengan suara beratnya dia menjawab,
"belum". "Bagus karena malam ini kau akan merasakannya"
ujarku. Dia sempat menggeleng, tapi langsung kulumat bibirnya. Kususuri
tubuhnya dengan lidahku sampai di lobang anusnya. Kucoba menusuk lubang anusnya
dengan jari, masih kesat, "Wah ternyata kau tidak berbohong"ujarku.
"Jangan, saya tidak mau" ujarnya sambil merintih. "Bukankah kamu
sudah berjanji" Lalu dia hanya terdiam. Perlahan-lahan kumasukkkan penisku
yang cukup besar. Awalnya dia meringis kesakitan. Namun aku tidak
mempedulikannya. Semakin dia merintih, semakin kupercepat penisku. Lama-lama
rintihan itu berubah menjadi lenguhan kenikmatan. "Apakah kau pernah
menelan sperma?" Dia kemudian menggeleng. Kucabut penisku dari lubang
anusnya. Dengan hitungan detik, kumasukkan ke rongga mulutnya. Dan kulepaskan
semua cairan kenikmatan itu. Awalnya Pak Pratman ingin memuntahkannya, namun
kupaksa dia untuk menelannya. Lalu kuambil kondom yang tadi ada di laci.
Kupasangkan pada penisnya yang masih menegang. Tidak butuh waktu lama, ternyata
dia gampang untuk ejakulasi. Kulepaskan kondom itu dari penisnya. Kupaksa
rongga mulutnya terbuka, dan kutuangkan sperma yang jumlahnya tidak sedikit
tersebut dari kondom ke rongga mulutnya. Dia sangat menikmati hal tersebut. Aku
kembali menimpa dirinya. Kulumat dengan rakus bibirnya dengan sperma.
"Bukankah kamu pernah berhubungan sesama jenis, tapi kenapa nampaknya ini
baru pertama kali bagimu?"tanyaku "Saat itu saya hanya berciuman dan
disepong, itu saja" "Oh, pantas"ujarku. Tidak lebih dari lima
menit, penisku mengeras kembali. Aku masih melumat bibirnya. Lalu dia
melepaskan bibirnya. "Saya sudah mulai mengerti permainan ini." Dia
kemudian membalikkan badanku. Lalu memutar badannya, dan mulai mengemut
penisku. Seperti singa yang sedang makan, dia menikmatinya dengan sangat liar.
Sekitar 15 menit kemudian, penisku kembali memuntahkan sperma kemulutnya. Tidak
seperti yang pertama, kali ini dia menghisap semua, bahkan menjilati semua yang
tercecer. Kami pun merapikan pakaian masing-masing. Lalu ketika kami keluar
dari ruang kerja, dia berbisik "Terima dan tolong tepati janjimu".
Aku hanya tersenyum. Lalu kuhampiri kamar Karel. Saat aku akan membuka kamarnya
seorang wanita, berumur sekita 40 tahun lebih, keluar dari kamarnya. “Karel
sudah tidur. Datanglah esok hari. Kuharap kamu sudah mengerti apa yang
disampaikan Pratman.” Aku pun menuruni tangga. Saat akan keluar rumah, aku
menanyakan kepada Pak Pratman tentang wanita itu. Dia adalah istri Pak Harris
dan berarti dia adalah ibu dari Karel sekaligus selingkuhan Pak Pratman. Dia
telah tahu kondisi Karel dan dialah yang meminta Pak Pratman untuk berbicara
kepadaku.
November, 30 2013 Hari ini aku kembali ke rumah Karel.
Kali ini Pak Pratman tersenyum melihatku. Lalu dia memeluk tubuhku. “Ingat akan
janjimu, anak muda.” Aku pun tersenyum kecil. “Anda pasti tidak dapat melupakan
kejadian semalam kan?” Dia mengangkat jari telunjuk ke bibirnya. Isyarat bagiku
untuk diam. “Saya perlu menemui Bu Lenny, ibunya Karel.” Saat bertemu dengan
wanita itu, kusampaikan persyaratan dan kondisiku. Aku katakan bahwa aku tidak
dapat mencintai Karel begitu mudah dan aku mempunyai persyaratan. Aku
memintanya untuk mengizinkanku untuk membawa Karel tinggal di apartemenku jika
mereka ingin aku serius dengan Karel. Awalnya Bu Lenny menolak. Namun Pak
Pratman mencoba meyakinkannya. Ketika aku keluar dari kamar Bu Lenny, aku
berbisik pada Pak Pratman. “Anda bisa jadi bebas dengan wanita itu bukan.”
disertai tawa kecil dariku. Namun Pak Pratman hanya terdiam. Aku pun masuk
kekamar Karel, kulihat dia membuang muka. “Hey, kau masih marah padaku?” Dia
tidak menjawab. “Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan padamu. Pertama,
saya meminta maaf atas kejadian waktu itu. Kedua, saya ingin bertanya, apakah
kamu benar-benar menyukaiku?” Karel lalu memutar pandangannya. “ Maksudmu, Sam?
Apa yang saya sampaikan waktu itu belum menggambarkan perasaan saya?” Dia
meluruskan kakinya. Aku pun mulai duduk disampingnya. “Saya bukan tipe orang
yang suka bermain-main, apakah kamu siap serius dengan saya? Saya butuh bukti
darimu.” “Saya semakin tidak mengerti, Sam.” “Mulai hari ini tinggallah bersama
saya. Saya memang belum bisa menyatakan bahwa saya mencintaimu. Tapi melihatmu
jatuh sakit seperti ini. Membuat saya semakin merasa bersalah. Saya telah
meminta persetujuan ibumu.” “Bercanda kamu, Sam.” “Ini alamat apartemenku. Jika
kamu tidak mau tinggal dengan saya. Maka saya anggap perasaanmu terhadap saya
adalah semu.” Aku pun meninggalkannya. Saat aku hendak menuju pintu, Karel
memanggil namaku. Dia berlari kecil dari belakangku dan langsung memelukku.
“Terima Kasih”. Aku pun membalik badanku lalu kukecup bibirnya yang masih
tampak pucat.
Desember, 1 2013 Pintu apartemenku diketuk. Ternyata Pak
Pratman datang. “Aku kesini untuk membawa barang-barang Karel. Dia akan datang
nanti sore, karena dia masih harus check up siang ini.” Aku hanya diam. Kubantu
dia memasukkan barang- barang Karel. Setelah semua barang Karel sudah
dipindahkan, kuajak Pak Pratman untuk berbicara santai ditemani beberapa bir.
Dia tampak selalu mencuri-curi pandang kepadaku. Lalu aku membuka pembicaraan.
“Sepertinya ada yang ingin anda sampaikan?” “Sam, semenjak malam itu. Saya
tidak bisa melupakan kejadian itu. Semalam saya bertengkar hebat dengan Lenny.
Ketika saya berhubungan dengan Lenny, saya tidak bisa melupakanmu dari benakku.
Bahkan semalam rasanya sangat sulit untuk ereksi.” Aku mengambil rokok dari
atas meja, kuhisap beberapa kali. “Lalu bagaimana dengan sekarang. Apakah lebih
mudah bagi anda ereksi ketika melihat saya.” Pak Pratman hanya terdiam untuk
sejenak. “Lebih baik jujur pada saya, Pak” Lalu dia mengangguk perlahan. Aku
berdiri, merangkulnya dari belakang. Perlahan tanganku menggerayangi tubuhnya
dan turun kebawah. Kuremas penis dari luar celana, ternyata dia benar-benar
terangsang. Aku menarik tubuhnya menuju kasur. Kubiarkan dia menimpaku.
Nafasnya berubah menjadi sangat cepat. Lalu aku berbisik, “Itu yang namanya
sensai baru dalam percintaan. Ketika Anda bosan dengan Lenny, Anda bisa menemui
saya.” Ucapku sambil tertawa kecil. Kubiarkan Pak Pratman mulai membuka
pakaianku. Kali ini, tidak seperti pertama kali. Dia mengambil alih permainan
ranjang. Aku membiarkan dia melakukan itu. Dia membuka pakaianku. Dan
benar-benar mengeksploitasi setiap inci bagian tubuhku. Kali ini dia yang
berinisiatif untuk memasukkan penisku ke anusnya. Kami bermain tiga ronde saat
itu, dan ronde terakhir ketika di kamar mandi. Saat di bawah shower, aku
memeluknya dari belakang, kuciumi tubuhnya. Lalu aku berkata, “Aku akan mencoba
mencintai, Sam. Demi dirimu.” Lalu dia membalikkan badan dan langsung melumat
bibirku. “Terima Kasih.” Ternyata benar saja, sore hari Karel menghampiri apartemenku.
Aku menarik badannya ke dalam apartemen. Kulimat bibir manisnya. “Ini yang
waktu itu, kamu harapkan.” Dia hanya bis aterdiam pasrah. Kami menghabiskan
malam bersama. Aku memasakkannya makan malam. Dan setelah makan malam, dia
menemaniku menonton televisi ditemani dengan bir. Dia merebahkan kepalanya
kepadaku. Saat menjelang tidur. Aku melepaskan bajuku sehingga aku telanjang
dada. “Saya lebih nyaman tidur seperti ini.” Kami lalu tidur bersama. Dia mulai
memelukku dan merebahkan kepalanya. Di tengah malam, kurasakan bibirku dilumat,
akupun membalas ciumannya. Ketika tangannya mulai meremas penisku dari balik
celana, aku menahannya. “Aku belum siap, Rel.” Dia cukup kesal. Namun dia
akhirnya mengalah.
Desember, 2 2013 Aku membuka mata, aku melihat Karel masih
tertidur nyenyak di pundakku. Ak melepaskan pelukannya dan kusiapkan sarapan.
Lalu aku mandi, saat kuhidupkan shower, tiba-tiba Karel masuk dan langsung
memelukku dari belakang. “Aku ingin mandi bersamamu”ujarnya. “Tidak untuk
sekarang” aku melepaskan pelukannya, dan segera mengambil handuk lalu keluar
dari kamar mandi. Saat sarapan kami tidak saling berbicara. Saat sampai
dikantor, tiba-tiba Karel menggandeng tanganku. Namun, aku segera
melepaskannya. “Disini, aku adalah atasanmu. Dan aku sangat tidak ingin ada
yang tahu tentang hubungan kita.” “Maaf,Sam.” Seperti biasa, hari ini aku
memulai rapat mingguan. Selama rapat, pandangan Karel tidak henti-hentinya
menatapku. Saat makan siang dia mencoba mengajakku makan siang. Tapi aku
menolaknya karena aku memang sedang sibuk. Dia kemudian menunggu aku selesai
bekerja. Namun aku turun ke area parkir terlebih dahulu. Kukirim pesan
kepadanya. “Saya tunggu di cafe sebelah” Saat tengah malam, aku masih sibuk
bermain billiard di apartemen. Lalu Karel membuka pembicaraan. “Saya tidak
mengerti sebenarnya dengan caramu, Sam. ” Aku melihat dia berbicara sambil
menenggak alcohol yang cukup berat. “Cara saya seperti ini, Rel.” “Apa?
Mengajak saya ke apartemenmu, lalu membiarkan saya seperti ini. Aku terlalu
berharap banyak saat kamu mengajakku tinggal bersamamu, Sam.” Aku membalikkan
badanku. “Saya sedang belajar, Rel. Belajar untuk mencintaimu. Bukankah kamu
bilang ingin serius dengan saya.” “Belajar apa, Sam. Setiap kali saya minta
berhubungan badan, kamu selalu menolak. Setiap kali saya menggandeng tanganmu,
kamu selalu melepaskannya.” Aku hanya diam, melanjutkan permainan billiardku.
“Kamu salah, Rel. Jika kamu hanya ingin berhubungan badan dengan saya. Kamu
tidak perlu menyatakan mencintai saya.” “Ya, memang saya yang salah. Saya tidak
pernah benar dimatamu, Sam.” “Rel, tolong mengerti saya. Tidak mudah bagi saya
mencintaimu. Dan sekarang semakin tidak mudah bagi saya untuk memberikan tubuh
saya padamu.” Nada suaraku sedikit naik. Aku mengambil jaket kulit dan kunci
motor. Lalu pergi meninggalkannya malam ini.
Desember, 3 2013 Pagi ini aku terbangun di club yang
selalu buka 24 jam. Kepalaku menjadi sangat berat. Tiba-tiba ponselku berbunyi.
Kucoba angkat telepon itu, ternyata Pak Pratman. “Kamu dimana? Saya ingin menemuimu”
ujarnya. Aku memberikan lokasiku. Ketika dia datang, dia telah berpakain dengan
sangat rapi seperti biasanya. “Kenapa kamu mabuk seperti ini, Sam? Ada masalah
dengan Karel?” “Saya tidak tahu ini salah siapa. Saya tidak bisa mencintainya,
Pak. Bahkan untuk mencium bibir dan berhubungan badan dengannya menjadi sulit
bagi saya.” “Mungkin ini berat bagimu, Sam. Tapi cobalah bahagiakan dia. Dia
terlalu sering mengalami penderitaan dan tekanan selama ini. Saya mohon padamu,
Sam.” Aku kemudian melirik pria itu. “Bisa anda mengantarkan saya ke kantor
saya?”. Sesampainya di mobil, aku kembali melihat wajah tampan Pak Pratman,
benar-benar membuat gairahku meningkat. “Sebenarnya apa yang membuat Anda,
pagi-pagi seperti ini menemui saya, Pak?” “Anu.. sebenarnya seperti ini. Tapi
saya rasa tidak tepat untuk sekarang. Setelah berhubungan badan denganmu, saya
tidak bisa lagi berhungan dengan Lenny. Dan kamu selalu membuat saya bergairah,
Sam.” Aku mendekati mukanya, bibir kami hampir bersentuhan, tapi kutahan. “Apakah
sekarang anda juga sedang bergairah?” Dia mengangguk kecil lalu langsung
melumat bibirku dengan rakusnya. Pagi ini, kami bermain liar di mobil SUV itu.
Dia mengambil penisku dan menghisapnya dengan sangat liar, begitu pula dengan
biuah zakarku, tidak henti- hentinya diemut. Tidak kusangaka pria setua ini,
menghisap penis dan buah zakarku seperti pria berumur 20 tahun. Aku memuntahkan
sperma di mulutnya sampai empat kali. Dan anusnya terus menerus kumasuki. Dia
menikmati permainan kami. Begitu juga aku. Kami bercinta benar-benar tanpa
batas. Peluh dan pejuh kami bercampur membasahi tubuh kami. Meskipun sudah
berumur, Pak Pratman masih memiliki badan dan gairah yang sangat bagus. Selesai
berhubungan badan, dia pun membisikkan sesuatu, “Lakukan seperti ini, jika kamu
bersama Karel, Sam.” Tangannya memasukkan sesuatu ke saku celanaku. Dan
ternyata itu sebuah pil. Hari ini aku sangat tidak fokus bekerja. Kata-kata Pak
Pratman terus memenuhi otakku. Aku mencoba mencari cara yang tepat agar aku
dapat mencintai Karel. Perlakuanku kepada Karel akhir-akhir ini memang
keterlaluan. Sebenarnya ini semua bukan salah dia. Tapi aku selalu saja
melemparkan kesalahan padanya. Dia terlalu berharap banyak kepadaku. Dan
mungkin karena perlakuanku, dia telah kecewa.
Desember, 4 2013 Pagi ini Karel telah bangun terlebih
dahulu. Tanpa sepengetahuanku dia telah mempersiapkan sarapan. Aku cukup pusing
pagi ini. Karena perkataan Pak Pratman kemarin, semalam aku hanya baru bisa
tidur pukul 4 pagi. Dan sekarang menunjukkan pukul 6 pagi. Aku melangkahkan
kakiku ke lemari pendingin. Mencoba mencari sebotol bir yang mungkin dapat
menenangkan otakku. Baru aku meminumnya, perhatianku tertuju ke kamar mandi
yang tidak rapat. Aku tahu, Karel pasti lupa menguncinya. Aku dengar suara
shower telah hidup. Kupikir inilah saat yang tepat. Kutaruh botol birku. Kubuka
kancing bajuku. Begitu juga dengan celanaku. Sehingga yang tersisa hanya celana
dalam ketat berwarna hitam. Aku ambil lagi bir yang kutaruh tadi. Kulangkahkan
kaki pelan-pelan menuju kamar mandi. Sebelum aku sempat menggeser pintu kamar
mandi, aku teringat sesuatu. Aku kembali membalikkan badan untuk mengambil
celanaku. Kurogoh salah satu saku celana. Kuambil sebuah pil pemberian Pak
Pratman kemarin. Baru dua menit meminumnya, aku merasakan ada yang aneh.
Tiba-tiba jantungku berdetang lebih cepat. Gairahku meningkat. Kubuka pintu
kamar mandi yang setengah tertutup dengan perlahan. Kulangkahkan kakiku dengan
sangat hati-hati. Kulihat Karel sedang membalikkan badan mengahadap pancuran
shower. Dia benar-benar telanjang bulat. Tubuhnya putih bersih tanpa ada cacat.
Dan benar saja, jantungku semakin berdetak kencang. Libidoku benar-benar
meningkat. Langsung kupeluk Karel dari belakang. Kurasakan ada sedikit
rambut-rambut halus disekitar dadanya. Awalnya dia menolak, ingin melepaskan
pelukanku. Namun aku benar-benar bergairah pagi ini. Kupeluk dia erat-erat.
“Sam, ada apa dengamu pagi ini.”ujarnya. “Ssstt.. lebih baik kamu diam dan
nikmati saja”. Kuambil sabun dan kusabuni dia dari belakang. Dia hanya diam
pasrah. Beberapa detik kemudian tanganku telah sampai diputingnya. Kupuntir
putingnya perlahan. Karel mengerang halus, tanda kenikmatan. Kuturuni tanganku
hingga samapai dipenisnya. Ternyata dia baru saja mencukur jembut. Dan
kemaluannya sudah setengah menegang. Kurasakan ukuran penisnya yang tidak
terlalu besar dan belum disunat. Kuciumi lehernya dengan penuh nafsu. Penisku
mulai menegang. Kugesekkan penisku yang masih tertutupi oleh celana dalam
diantara belahan pantatnya. Tangan kiriku memuntir putingnya dan tangan kananku
sibuk meremas penisnya. Kuhidupkan shower, air hangat mengguyur tubuh kami
berdua. Dengan sambil menciumi dan menjilat lehernya. Sementara tangan kiriku
yang kini memilin putingnya. Sekarang tangan kiriku membuka celana dalamku.
Kutempelkan tubuhnya ke dinding. Penisku yang sudah benar-benar menegang
kumasukkan diantara belahan pantatnya. Kugesek-gesekkan untuk beberapa saat.
Desahan Karel semakin menjadi. Kumasukkan penisku ke lubang anusnya. Desahan
yang keluar dari mulutnya perlahan berubah menjadi erangan kesakitan. Semakin
kupercepat gerakan penisku. Semakin dia mengerang hebat. Beberapa menit
kemudian Karel berbisik, “Aku ingin muncrat nih.” Langsung kucabut penisku dari
anusnya. Kubalikkan badannya. Dan kumasukkan penisnya ke dalam mulutku.
Kumainkan lidahku, dan beberapa saat sperma hangat keluar dari penisnya.
Kutahan semua sperma itu di rongga mulutku. Aku pun berdiri berbisik kepadanya.
“Kamu harus mencoba menelan sperma.” Kupaksa membuka bibirnya. Dan mulutku yang
masih penuh dengan spermanya kusatukan dengan mulutnya. Lidahku kujalarkan,
mencoba memberikan seluruh spermanya yang ada di rongga mulutku kepadanya.
Awalnya dia sempat menolak. Namun, pelukan kencangku tidak dapat ditolaknya.
Awalnya dia agak terkejut. Mungkin ini baru pertama kalinya dia menelan sperma.
Tetapi beberapa detik kemudian, dia dengan lahap meluat bibirku, berusaha
mengahabiskan spermanya yang tersisa dimulutku. “Mulutmu benar-benar terasa
seperti bir.” Aku hanya tertawa kecil. Kuambil botol birku. Kuisyaratkan
tubuhny untuk berlutut. Kumasukkan penisku kemulutnya. Awalnya dia tidak
mengerti, Kumaju-mundurkan kepalanya. Tidak butuh lama baginya untuk belajar.
Beberapa menit kemudian dia telah mahir mengulum penisku. Buah zakarku juga
tidak luput dari jilatannya. Aku sambil mendesah untuk memancing gairahnya.
Beberap kali kuteteskan bir yang baru kuminum ke mukanya. Dana beberapa kali
kutuangkan bir ke penisku. Meskipun hanya 2/3 penisku yang mampu masuk ke
rongga mulutnya. Dia sangat bergairah dan semakin bernafsu mengemut penisku.
Beberapa kali dia tersedak, tetapi dia tidak menyerah. Dia benaar-benar
memanfaatkan momen ini. Limabelas menit kemudian, aku pun sampai pada klimaks.
Kutekan kepalanya kuat-kuat. Dan kumuntahkan semua sperma dari penisku ke
mulutnya. Tanpa ragu, dia menelan semua spermaku. Aku pun menyandarkan tubuh ke
dinding dan duduk disampingnya. Kutatap mukanya. “Sam, terimakasih. Kau
membalas cintaku.” Dia mengatakan hal itu dengan sangat manis. Tapi aku hanya
terdiam. Tanpa pil yang diberikan Pak Pratman, tidak bisa aku melakukannya. Dan
sekarang aku seperti mengkhianati Karel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar